Tomi terus melaju mobilnya dengan cepat, namun ia merasa jalan toll yang dia lewati sangatlah panjang dan tidak cepat sampai di kampus. Padahal biasanya dia hanya butuh kira-kira setengah jam perjalanan untuk kekampus. Tapi ini sudah hampir dua jam mobilnya melintasi jalanan yang sebenarnya sangatlah lancar. Bahkan tidak ada mobil yang melintas sama sekali.
Tomi baru menyadari itu, dari tadi dia tidak melihat satu mobilpun melintas. Tapi ini adalah jalan yang sama yang biasa dia lewati. Apalagi ini adalah jam-jam sibuk. Jam orang berangkat kerja atau sekolah.
Mendadak Tomi diliputi rasa was-was. Apalagi samar-samar terdengar bunyi gemuruh yang semakin lama semakin keras. Asal suara itu dari belakang, ragu-ragu tomi menoleh kebelakang. Matanya terbelalak. Dibelakangnya beton berbentuk bulat besar berwarna keemasan tengah menggelinding ke arahnya. Besarnya hampir sama seukuran rumahnya. Semakin kencang menghampiri Tomi. Tomi berusaha menambah kecepatan mobilnya, tapi tetap saja tidak ada perubahan. Beton itu makin mendekat, dan dekat. Ia sudah mengilas bagian belakang mobil tomi, dan seakan slow motion kini tepat diatas Tomi, dan...
WWWAAAAAA...!!!!
Tomi berteriak keras sekali, dan ia mendapati dirinya masih diatas tempat tidur.
"Mimpi sialan" gerutunya.
pantas saja meskipun sudah menambah kecepatan dia tidak bisa menjauh dari beton itu. Coba saja kalau didunia nyata. Tomi selalu menang kalau ngebut-ngebutan, jadi tidak mungkin dia akan terlindas. Dan pantas saja jalanan toll itu sepi, padahal jam-jam segini justru macet-macetnya. Kadang Tomi harus datang ke Kampus agak pagi untuk menghindari macet.
Tomi diam sejenak, "KAMPUS!!!!" Ia tengok jam yang tegantung dikamarnya 08.18. Bukannya cepat-cepat berkemas, Tomi malah tertawa terpingkal-pingkal. Merangkum mimpi baginya lebih indah dari pada datang ke kampus. Meskipun ini UAS terakhir.
Baru saja hendak tidur kembali, HP nya bunyi.
"Iya Ma" Tomi malas-malasan menerima telpon.
"Tomiiiii... kamu kemana aja sih, Mama itu telpon kamu dari jam setengah delapan. Kamu hari ini masih UAS kan?"
"Iya Ma masih, ini UAS terakhir kok"
"Mama itu udah minta tolong Bik Iyah untuk bangunin kamu. Katanya pintu sudah digedor-gedor. Tapi kamunya aja yang susah dibangunin" "Mama gak mau tau, sekarang kamu ke Kampus. Dan pulang harus bawa bukti kalau udah ngerjain UAS"
"Ma, Tomi itu udah telat banget. Kali Tomi sampai kampus udah selesai"
"Kan kamu bisa temui Dosennya. Pokoknya kalau kamu gak ikut UAS terakhir ini, Mama batalin liburan kamu ke Amerika"
"Kok gitu sih Ma, Tomi juga ke Amerika ga cuma jalan-jalan, Tomi bakal lihat-lihat kampus yang pas untuk S2 nanti"
"Halaaah.. S2 apa. S1 aja kamu susah banget disuruh kuliyah"
"Tapi ma...."
Tuuutt..tuuuttt..tuuttt..
Panggilan diakhiri. Tomi cuma bisa menggerutu. Selalu begitu, keinginannya selalu jadi tameng untuk menuruti keinginan orang tuanya. Ibarat mainan, ia sudah seperti robot yang diprogram untuk menuruti keinginan pemiliknya.
Hidup memang pilihan, tapi bagi Tomi pilihannya hanya satu menuruti keinginan mereka dengan alasan dia anak satu-satunya dan bisnis Papanya maju.
Setengah jam kemudian Tomi sudah rapi dan siap ke kampus.
"Mbak Sum, bilangin Bik Iyah lain kali kalau Mama telpon, bilang saja saya udah di Kampus"
Katanya pada salah satu pembantu dirumahnya
"Iya den, nanti saya sampaikan"
"Memang Mama kemana sih Bik?"
"Tadi ikut Bapak den, katanya ada grand opening perumahan baru"
Tomi langsung menuju garasi memanaskan mobil dan melaju meninggalkan komplek perumahan tempat dia tinggal.
Untuk pertama kalinya Tomi berharap bisa ikut UAS. Sebenarnya ia ingin ke Amerika bukan karena mau melihat-lihat universitas. Karena dia kuliyah sebenarnya juga bukan keinginannya. Dia ingin menemui seseorang, dan sepertinya ibunya tau hal itu, jadi memakai ancaman itu agar dia mau UAS.
Tomi baru menyadari itu, dari tadi dia tidak melihat satu mobilpun melintas. Tapi ini adalah jalan yang sama yang biasa dia lewati. Apalagi ini adalah jam-jam sibuk. Jam orang berangkat kerja atau sekolah.
Mendadak Tomi diliputi rasa was-was. Apalagi samar-samar terdengar bunyi gemuruh yang semakin lama semakin keras. Asal suara itu dari belakang, ragu-ragu tomi menoleh kebelakang. Matanya terbelalak. Dibelakangnya beton berbentuk bulat besar berwarna keemasan tengah menggelinding ke arahnya. Besarnya hampir sama seukuran rumahnya. Semakin kencang menghampiri Tomi. Tomi berusaha menambah kecepatan mobilnya, tapi tetap saja tidak ada perubahan. Beton itu makin mendekat, dan dekat. Ia sudah mengilas bagian belakang mobil tomi, dan seakan slow motion kini tepat diatas Tomi, dan...
WWWAAAAAA...!!!!
Tomi berteriak keras sekali, dan ia mendapati dirinya masih diatas tempat tidur.
"Mimpi sialan" gerutunya.
pantas saja meskipun sudah menambah kecepatan dia tidak bisa menjauh dari beton itu. Coba saja kalau didunia nyata. Tomi selalu menang kalau ngebut-ngebutan, jadi tidak mungkin dia akan terlindas. Dan pantas saja jalanan toll itu sepi, padahal jam-jam segini justru macet-macetnya. Kadang Tomi harus datang ke Kampus agak pagi untuk menghindari macet.
Tomi diam sejenak, "KAMPUS!!!!" Ia tengok jam yang tegantung dikamarnya 08.18. Bukannya cepat-cepat berkemas, Tomi malah tertawa terpingkal-pingkal. Merangkum mimpi baginya lebih indah dari pada datang ke kampus. Meskipun ini UAS terakhir.
Baru saja hendak tidur kembali, HP nya bunyi.
"Iya Ma" Tomi malas-malasan menerima telpon.
"Tomiiiii... kamu kemana aja sih, Mama itu telpon kamu dari jam setengah delapan. Kamu hari ini masih UAS kan?"
"Iya Ma masih, ini UAS terakhir kok"
"Mama itu udah minta tolong Bik Iyah untuk bangunin kamu. Katanya pintu sudah digedor-gedor. Tapi kamunya aja yang susah dibangunin" "Mama gak mau tau, sekarang kamu ke Kampus. Dan pulang harus bawa bukti kalau udah ngerjain UAS"
"Ma, Tomi itu udah telat banget. Kali Tomi sampai kampus udah selesai"
"Kan kamu bisa temui Dosennya. Pokoknya kalau kamu gak ikut UAS terakhir ini, Mama batalin liburan kamu ke Amerika"
"Kok gitu sih Ma, Tomi juga ke Amerika ga cuma jalan-jalan, Tomi bakal lihat-lihat kampus yang pas untuk S2 nanti"
"Halaaah.. S2 apa. S1 aja kamu susah banget disuruh kuliyah"
"Tapi ma...."
Tuuutt..tuuuttt..tuuttt..
Panggilan diakhiri. Tomi cuma bisa menggerutu. Selalu begitu, keinginannya selalu jadi tameng untuk menuruti keinginan orang tuanya. Ibarat mainan, ia sudah seperti robot yang diprogram untuk menuruti keinginan pemiliknya.
Hidup memang pilihan, tapi bagi Tomi pilihannya hanya satu menuruti keinginan mereka dengan alasan dia anak satu-satunya dan bisnis Papanya maju.
Setengah jam kemudian Tomi sudah rapi dan siap ke kampus.
"Mbak Sum, bilangin Bik Iyah lain kali kalau Mama telpon, bilang saja saya udah di Kampus"
Katanya pada salah satu pembantu dirumahnya
"Iya den, nanti saya sampaikan"
"Memang Mama kemana sih Bik?"
"Tadi ikut Bapak den, katanya ada grand opening perumahan baru"
Tomi langsung menuju garasi memanaskan mobil dan melaju meninggalkan komplek perumahan tempat dia tinggal.
Untuk pertama kalinya Tomi berharap bisa ikut UAS. Sebenarnya ia ingin ke Amerika bukan karena mau melihat-lihat universitas. Karena dia kuliyah sebenarnya juga bukan keinginannya. Dia ingin menemui seseorang, dan sepertinya ibunya tau hal itu, jadi memakai ancaman itu agar dia mau UAS.
*bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar