>

Cari Blog Ini

Senin, 22 September 2014

RAMADHAN UNTUK AZALIA


Senja masih menyisakan sinar mentari di ujung barat.
Gadis itu masih menikmati sorenya, sore yang baginya begitu indah. Ia biarkan angin meniup jibab birunya, menyatu dengan langit dan bisingnya Ibu Kota di luar sana.
“lalu bagaimana kalau ternyata laki-laki itu sudah menikah? Atau punya calon mungkin?”
Sebuah suara kembali mengisi heningnya.

***
Adzan Isya’ berkumandang dari setiap masjid, malam ini Ramadhan hari pertama, semua orang berbondong-bondong memenuhi panggilan Rabbnya.
Ramadhan, Azalia selalu mencintai moment ini. Moment dimana semua Masjid terisi penuh disetiap waktu. Suara Al-Qur’an menggema dimana-mana. Membuat ia selalu merindukan kampungnya. Dan merasakan seolah kampungnya hadir ditengah-tengahnya.

Azalia adalah Mahasiswi disebuah Universitas di Jakarta, ia datang dari ujung Sumatera, di Propinsi yang terkenal dengan Menara Sigernya. Sedang di Jakarta ia kost.
Tak cuma ia, moment ini juga ditunggu anak-anak Kost lainnya, lingkungan tempat ia tinggal memang dikhususkan untuk mereka-mereka yang datang dari luar daerah. Ada yang kerja dan ada pula yang kuliyah seperti dirinya. Dan ini juga termasuk moment yang tidak Azalia sukai, selepas tarawih para pemuda-pemudi di lingkungannya biasa lirik-melirik dan berkenalan. Azalia sangat membenci ini. Ia tidak suka moment suci di nodai dengan hal seperti itu.
Selepas sholat, ia banting tubuhnya di kasur, ia benar-benar tidak tahan dengan mereka. Para laki-laki yang selalu mengoda, dan perempuan yang memberi signal. Azalia tak sekali dua kali di hadang untuk berkenalan, dan selalu diakhiri dengan ejekan oleh mereka, karena Azalia menolak dengan kasar.
“sudahlah Za, jangan sampai bulan ini juga ternodai dengan amarahmu”
Akvia teman satu kost nya yang mengetahui betapa geramnya Azalia terhadap pemuda-pemuda itu menasihatinya.
Sejenak kemudian Azalia berIstighfar.
“Vi, bulan kemarin aku masih tahan, tapi lama-lama mereka keterlaluan”
“kamu menantang sih” jawab Akvia dengan santainya
“menantang Vi? Aku bukan menantang, aku hanya ingin menunjukkan bahwa aku tidak sama dengan gadis-gadis itu! Aku....”
Suara Azalia tergantung, karena baru saja didepan pintu kamarnya lewat Shofia, pintu kamarnya terbuka jadi otomatis Shofia pasti mendengar kemarahannya. Shofia adalah teman satu kostnya, dia sudah bekerja. Kehidupannya berbanding terbalik dengan Azalia dan Akvia. Bisa dibilang, dia termasuk salah satu pemuda yang tarawih untuk melirik lawan jenis.
“tuh kan, jadi nyakitin orang” tegur Akvia.
“lalu aku harus bagaimana Vi? Aku benar-benar tidak tahan kita diperlakukan seperti ini” kali ini suara Azalia agak pelan.
Akvia nampak berfikir sejenak “bagaimana kalau besok kita tarawih di masjid dekat kampus? Disana kan bukan lingkungan kost, jadi mungkin banyak orang tuanya?” usul Akvia.
Mata Azalia nampak berbinar senang. “pinter banget sih ukhtyku satu ini” puji Azalia sambil mencubit pipi Akvia dan lari keluar kamar.
“Azaaaa! Sakit!” teriak Akvia sambil berlari mengejar Azalia.
Sementara itu dibalik jendela salah satu kamar kost, seseorang tengah berdiri tersenyum sinis melihat mereka berdua.

***
Keesokannya mereka benar-benar tarawih di masjid dekat kampus, agak jauh memang dari kost mereka, tapi Azalia nampak menikmati tiap rakaat. Setelah selesaipun tak ada gelak tawa pemuda yang menggoda. Tapi, lagi-lagi Azalia ngomel setelah selesai Sholat.
“kenapa Za?” tanya Akvia penasaran.
“sandalku Vi.. sandalku hilang!”
“hah? Tadi kamu taruh mana?”
“kalau aku tahu juga sudah aku ambil Vi”
“terus siapa yang ngambil?”
Azalia nampak menghentikan pencariannya “Akvia sayang, kalau aku tahu juga pasti sudah aku omelin malingnya” jawabnya dengan nada kesal
Akviapun diam sambil membantu mencari.
Di dalam Masjid masih ada beberapa orang yang berbincang dan bertadarus.
“maaf mbak sandalnya hilang ya?”
Sebuah suara membuat Azalia dan Akvia menoleh ke asalnya. Suara yang lembut dan ramah.
“iya mas, sandal teman saya hilang” Akvia menjawab dengan senyum malu-malu.
“disini memang banyak orang sudah tua, jadi kadang mereka pulang dengan sandal yang berbeda, karena mereka sudah pikun. Jadi mohon dimaklumi”
“terus saya pulang pake apa mas?” tanya Azalia yang sedari tadi diam bengong.
Laki-laki itu mengambil sebuah sandal “pakai ini, punya saya”
“masnya nanti?” tanya Akvia
“rumah saya dekat”
“trimakasih ya mas, nama..” Azalia tersenyum dan hendak memperkenalkan diri, tapi laki-laki itu memotong dan pamit masuk kedalam masjid kembali.
Kontan Akvia tertawa dan Azalia hanya bisa cengengesan.
Hari-hari berikutnya Azalia dan Akvia tarawih di masjid itu, tentu menggunakan cara laki-laki yang mereka bahkan tidak megenalnya tapi sering melihat senyumnya, menyisihkan sandal kepinggir.
Siang itu Azalia menembus hujan, ia hendak ke toko buku untuk membeli komik langganannya. Karena ia jenuh di dalam kamar, sedang Akvia kekampus. Belum juga ia sampai di Toko Buku tiba-tiba mobil melaju kencang dari belakang melewati kubangan air yang juga tengah Azalia lewati. Baju Azalia pun basah kuyup, kembali ia ngomel dan berteduh di halte bus. Sedang sibuk membersihkan muka, sebuah tangan menyodorkan jaketnya.
Azalia mengangkat mukanya, dan kembali terkejut. Laki-laki itu, untuk kedua kalinya membantunya. Laki-laki yang tidak pernah dia tau namanya.
“butuhkan? Baju kamu basah”
Azalia tersenyum sambil menerimanya.
“kamu mau kemana?” tanya Azalia membuka membicaraan
“Toko Buku, besok aku cuti, dan butuh teman berbagi ilmu”
“kerja?”
Laki-laki itu hanya tersenyum dan mengangguk.
Ia benar-benar bicara seperlunya.
“oya,trimakasih ya? Lagi-lagi kamu nolongin”
“sama-sama”
“udah itu aja?” bisik Azalia lirih, namun cukup didengar oleh laki-laki itu.
“kamu?”
Azalia mengangkat alisnya, bingung apa yang ditanyakan laki-laki itu.
“maksudnya?” tanya Azalia tak mengerti
“mau kemana? Dari mana? Sama siapa?”
“wah lengkap sekali” Azalia cengengesan “aku juga mau ketoko buku, dari kost, dan sendiri” jawab Azalia dengan senyum.
Laki-laki itupun hanya membalas senyum tipis.
“kok diam?”
“berdo’a, karena Doa tidak tertolak pada 2 waktu, yaitu ketika adzan berkumandang dan ketika hujan turun
“Hadist Riwayat Al Hakim” lanjut Azalia “nggak kenalan?” tanya Azalia.
Laki-laki itu menoleh ke Azalia “Azalia Zhesha Aulia Hidayat lahir di Lampung tanggal 21 Agustus 1989 status Mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyusun skripsi jurusan Sistem Informasi, hobi membaca dan mengomentari apa yang di baca” tutur laki-laki itu dengan tenangnya.
Sementara itu Azalia terbengong-bengong dan penuh tanda tanya.
laki-laki itu mengeluarkan kertas dari tasnya, dan berlalu dengan senyumnya.
Azalia menerima kertas itu, dan ia tambah terkejut dengan apa yang dia lihat.

“jadi, dia bekerja di kantor itu?” tanya Akvia tak percaya.
“iya, dan kamu pasti muak lihat ekspresinya yang menyebalkan” gerutu Azalia.
“tapi setidaknya dia tidak menggoda kan?” ledek Akvia.
Dan Azalia hanya diam cuek.
“Tapi Za, kamu sudah dapat panggilan dari kantor itu?” tanya Akvia.
“CV itu masuk sudah satu bulan yang lalu, sebelum kita kenal dia”
“oh, jadi ada yang lagi butuh kerja? Nggak takut di godain boss?” ledek Shofia tiba-tiba.
Azalia berdiri, Akvia hendak mencegah ia takut kalau mereka akan bertengkar tapi sia-sia.
“Shofia, aku mau minta maaf atas perkataanku yang tidak sengaja kamu dengar kemarin” kata Azalia mengulurkan tangan.
Akvia menarik nafas lega. Shofia memandang sinis, dan berlalu

***
Semenjak siang itu, Azalia tidak lagi bertemu dengan laki-laki yang diam-diam berkesan baginya. Padahal jaketnya masih ada pada Azalia. Ia pun malu untuk menanyakan keberadaan nya. Bahkan di Ramadhan berikutnya ia masih tak terlihat. Tak munafik jika Azalia tetap memutuskan tinggal di Jakarta setelah lulus kuliyah karena laki-laki itu, dan terus mengirimkan CV di kantor tempat dia bekerja, walaupun ia sudah dapat kerja. Berharap Azalia dapat panggilan dan bisa bertemu lagi. Bahkan ketika pulang kerja pun ia sempatkan lewat didepan kantornya. Azalia benar-benar merasakan perasaan yang aneh, sedih yang benar-benar menyita waktunya. Ia bawa jaket itu kemanapun dia pergi.
Begitupun sore itu, lima hari sebelum lebaran, Azalia berdiri di depan gedung kantor itu. Ia pakai jaket itu, terdiam cukup lama menikmati terik matahari sore.
“besok aku harus pulang, tapi untuk sementara. Menghabiskan lebaran bersama keluarga, bagaimana denganmu? Kamu dimana? Kenapa hilang? Apa kau sadar, kau pergi membawa hati seseorang” bisiknya lirih dan berlalu.
Sementara dibalik jendela itu, seseorang berdiri mematung melihatnya. Bila Azalia selalu rutin sepulang kerja mampir kegedung itu, iapun nyaris rutin memandangi kesetiaan Azalia.

“lalu bagaimana kalau ternyata laki-laki itu sudah menikah? Atau punya calon mungkin?”
Azalia diam, ragu-ragu ia membenarkan apa yang dikatakan Akvia.
“aku tidak tahu, tapi perasaan yang Allah berikan itu tidak mungkin sia-sia”
Akvia memandang keluar, ia sedang di salah satu restoran di Jakarta. Berbuka bersama Azalia, karena besok mereka akan pulang ke kampung halamannya.
Ia bisa merasakan betapa sahabat karibnya mencintai laki-laki itu dengan sepenuhnya, dan karena kebaikannya.
“Za, seandainya dia tiba-tiba melamarmu, maukah kamu menerima dengan segala kekurangannya?”
“Va, please jangan bodoh, tapi itu tidak mungkin! Lagi pula aku belum tahu siapa dia”
“kalau ternyata aku tahu? Dan aku menjodohkanmu?” ledek Akvia.
Azalia diam, “bodohnya aku jika menolaknya, tapi candaanmu benar-benar garing” celoteh Azalia.
“Jadi, kamu mau menikah denganku?”
Azalia tersentak demi mendengar suara itu, suara yang sekian lama ia tunggu-tunggu dan seperti tak percaya mendengarnya. Azalia pun menoleh keasal suara, disana berdiri Shofia dan...
Ia mengalihkan pandangan ke Akvia yang tersenyum padanya, begitu juga Shofia dan laki-laki itu, otaknya penuh tanya.
“kamu?” hanya itu yang bisa dia katakan.
“mau kemana? dari mana? dengan siapa?” lanjut laki-laki itu mengingatkan Azalia dengan percakapan terakhir mereka.

Selepas Shalat tarawih, Azalia bertolak ke Lampung. Tentu saja tidak sendiri. Karena malam ini ia akan menikah, menikah dengan Ramadhan yang sangat dicintainya.
Laki-laki bernama Ramadhan itu, ternyata dulu teman satu kantor Shofia, lebih tepatnya atasannya. Ketika bertemu dengan Azalia di halte itu dia dipindahkan kerja ke Lampung, Shofia sering mengamati Azalia berdiri dikantornya lewat jendela, dan ia menanyakan pada Akvia, Akviapun mengatakan sejujurnya, juga tentang permintaan maaf tulus Azalia. Rupanya Shofia terharu dengan kesetiaan dan ketulusan Azalia, dan mengatakan  pada Akvia perihal Ramadhan yang dipindah kerjakan di Lampung. Akvia dan Shofia pun bertekad menyatukan mereka, seminggu sebelumnya Ramadhan telah melamar Azalia pada Ayahnya langsung. Rupanya, Ramadhan juga mempunyai perasaan yang sama, karena ia memimpin perusahaan cabang di Lampung, dia sangat sibuk tak punya banyak waktu mencari alamat Azalia dan tak sempat ke Jakarta selain Lebaran, sehingga ia tidak pernah bisa menemukan Azalia. Tapi Allah membukakan jalanNya, mengabulkan do’a-do’anya.
Malam itu, diujung bulan Ramadhan. Azalia kembali menangis dalam sujudnya, tapi kali ini tangisannya tangis bahagia, dan ada ia sujud bersama imam didepannya. Yang nantinya Azalia akan melalui hari-hari indah dengannya.
  
**selesai

Alhamdulillah cerpen ini sudah dimuat di kawanimut loh
https://www.facebook.com/IloveOriginalKawanimut/photos/a.168379236556250.41209.141421482585359/1009592309101601/?type=3&theater

3 komentar:

  1. sands casino - SSCCasino
    The sands casino 샌즈카지노 located at the Casino is the ultimate casino experience. It's the perfect spot for all types of 제왕카지노 slots players and 메리트카지노 creates an atmosphere of excitement

    BalasHapus