Senja
masih menyisakan sinar mentari di ujung barat.
Gadis
itu masih menikmati sorenya, sore yang baginya begitu indah. Ia biarkan angin
meniup jibab birunya, menyatu dengan langit dan bisingnya Ibu Kota di luar sana.
“lalu
bagaimana kalau ternyata laki-laki itu sudah menikah? Atau punya calon
mungkin?”
Sebuah
suara kembali mengisi heningnya.
***
Adzan
Isya’ berkumandang dari setiap masjid, malam ini Ramadhan hari pertama, semua
orang berbondong-bondong memenuhi panggilan Rabbnya.
Ramadhan,
Azalia selalu mencintai moment ini. Moment dimana semua Masjid terisi penuh
disetiap waktu. Suara Al-Qur’an menggema dimana-mana. Membuat ia selalu
merindukan kampungnya. Dan merasakan seolah kampungnya hadir
ditengah-tengahnya.
Azalia
adalah Mahasiswi disebuah Universitas di Jakarta, ia datang dari ujung
Sumatera, di Propinsi yang terkenal dengan Menara Sigernya. Sedang di Jakarta
ia kost.
Tak
cuma ia, moment ini juga ditunggu anak-anak Kost lainnya, lingkungan tempat ia
tinggal memang dikhususkan untuk mereka-mereka yang datang dari luar daerah.
Ada yang kerja dan ada pula yang kuliyah seperti dirinya. Dan ini juga termasuk
moment yang tidak Azalia sukai, selepas tarawih para pemuda-pemudi di
lingkungannya biasa lirik-melirik dan berkenalan. Azalia sangat membenci ini.
Ia tidak suka moment suci di nodai dengan hal seperti itu.
Selepas
sholat, ia banting tubuhnya di kasur, ia benar-benar tidak tahan dengan mereka.
Para laki-laki yang selalu mengoda, dan perempuan yang memberi signal. Azalia
tak sekali dua kali di hadang untuk berkenalan, dan selalu diakhiri dengan
ejekan oleh mereka, karena Azalia menolak dengan kasar.
“sudahlah
Za, jangan sampai bulan ini juga ternodai dengan amarahmu”
Akvia
teman satu kost nya yang mengetahui betapa geramnya Azalia terhadap pemuda-pemuda
itu menasihatinya.
Sejenak
kemudian Azalia berIstighfar.
“Vi,
bulan kemarin aku masih tahan, tapi lama-lama mereka keterlaluan”
“kamu
menantang sih” jawab Akvia dengan santainya
“menantang
Vi? Aku bukan menantang, aku hanya ingin menunjukkan bahwa aku tidak sama
dengan gadis-gadis itu! Aku....”
Suara
Azalia tergantung, karena baru saja didepan pintu kamarnya lewat Shofia, pintu
kamarnya terbuka jadi otomatis Shofia pasti mendengar kemarahannya. Shofia
adalah teman satu kostnya, dia sudah bekerja. Kehidupannya berbanding terbalik
dengan Azalia dan Akvia. Bisa dibilang, dia termasuk salah satu pemuda yang
tarawih untuk melirik lawan jenis.
“tuh
kan, jadi nyakitin orang” tegur Akvia.
“lalu
aku harus bagaimana Vi? Aku benar-benar tidak tahan kita diperlakukan seperti
ini” kali ini suara Azalia agak pelan.
Akvia
nampak berfikir sejenak “bagaimana kalau besok kita tarawih di masjid dekat
kampus? Disana kan bukan lingkungan kost, jadi mungkin banyak orang tuanya?”
usul Akvia.
Mata
Azalia nampak berbinar senang. “pinter banget sih ukhtyku satu ini” puji Azalia
sambil mencubit pipi Akvia dan lari keluar kamar.
“Azaaaa!
Sakit!” teriak Akvia sambil berlari mengejar Azalia.
Sementara
itu dibalik jendela salah satu kamar kost, seseorang tengah berdiri tersenyum
sinis melihat mereka berdua.
***
Keesokannya
mereka benar-benar tarawih di masjid dekat kampus, agak jauh memang dari kost
mereka, tapi Azalia nampak menikmati tiap rakaat. Setelah selesaipun tak ada
gelak tawa pemuda yang menggoda. Tapi, lagi-lagi Azalia ngomel setelah selesai
Sholat.
“kenapa
Za?” tanya Akvia penasaran.
“sandalku
Vi.. sandalku hilang!”
“hah?
Tadi kamu taruh mana?”
“kalau
aku tahu juga sudah aku ambil Vi”
“terus
siapa yang ngambil?”
Azalia
nampak menghentikan pencariannya “Akvia sayang, kalau aku tahu juga pasti sudah
aku omelin malingnya” jawabnya dengan nada kesal
Akviapun
diam sambil membantu mencari.
Di
dalam Masjid masih ada beberapa orang yang berbincang dan bertadarus.
“maaf
mbak sandalnya hilang ya?”
Sebuah
suara membuat Azalia dan Akvia menoleh ke asalnya. Suara yang lembut dan ramah.
“iya
mas, sandal teman saya hilang” Akvia menjawab dengan senyum malu-malu.
“disini
memang banyak orang sudah tua, jadi kadang mereka pulang dengan sandal yang
berbeda, karena mereka sudah pikun. Jadi mohon dimaklumi”
“terus
saya pulang pake apa mas?” tanya Azalia yang sedari tadi diam bengong.
Laki-laki
itu mengambil sebuah sandal “pakai ini, punya saya”
“masnya
nanti?” tanya Akvia
“rumah
saya dekat”
“trimakasih
ya mas, nama..” Azalia tersenyum dan hendak memperkenalkan diri, tapi laki-laki
itu memotong dan pamit masuk kedalam masjid kembali.
Kontan
Akvia tertawa dan Azalia hanya bisa cengengesan.
Hari-hari
berikutnya Azalia dan Akvia tarawih di masjid itu, tentu menggunakan cara
laki-laki yang mereka bahkan tidak megenalnya tapi sering melihat senyumnya,
menyisihkan sandal kepinggir.
Siang
itu Azalia menembus hujan, ia hendak ke toko buku untuk membeli komik
langganannya. Karena ia jenuh di dalam kamar, sedang Akvia kekampus. Belum juga
ia sampai di Toko Buku tiba-tiba mobil melaju kencang dari belakang melewati
kubangan air yang juga tengah Azalia lewati. Baju Azalia pun basah kuyup,
kembali ia ngomel dan berteduh di halte bus. Sedang sibuk membersihkan muka,
sebuah tangan menyodorkan jaketnya.
Azalia
mengangkat mukanya, dan kembali terkejut. Laki-laki itu, untuk kedua kalinya
membantunya. Laki-laki yang tidak pernah dia tau namanya.
“butuhkan?
Baju kamu basah”
Azalia
tersenyum sambil menerimanya.
“kamu
mau kemana?” tanya Azalia membuka membicaraan
“Toko
Buku, besok aku cuti, dan butuh teman berbagi ilmu”
“kerja?”
Laki-laki
itu hanya tersenyum dan mengangguk.
Ia
benar-benar bicara seperlunya.
“oya,trimakasih
ya? Lagi-lagi kamu nolongin”
“sama-sama”
“udah
itu aja?” bisik Azalia lirih, namun cukup didengar oleh laki-laki itu.
“kamu?”
Azalia
mengangkat alisnya, bingung apa yang ditanyakan laki-laki itu.
“maksudnya?”
tanya Azalia tak mengerti
“mau
kemana? Dari mana? Sama siapa?”
“wah
lengkap sekali” Azalia cengengesan “aku juga mau ketoko buku, dari kost, dan sendiri”
jawab Azalia dengan senyum.
Laki-laki
itupun hanya membalas senyum tipis.
“kok
diam?”
“berdo’a,
karena Doa tidak
tertolak pada 2 waktu, yaitu ketika adzan berkumandang dan ketika hujan turun”
“Hadist
Riwayat Al Hakim” lanjut Azalia “nggak kenalan?”
tanya Azalia.
Laki-laki
itu menoleh ke Azalia “Azalia Zhesha Aulia Hidayat lahir di Lampung tanggal 21
Agustus 1989 status Mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyusun skripsi
jurusan Sistem Informasi, hobi membaca dan mengomentari apa yang di baca” tutur
laki-laki itu dengan tenangnya.
Sementara
itu Azalia terbengong-bengong dan penuh tanda tanya.
laki-laki
itu mengeluarkan kertas dari tasnya, dan berlalu dengan senyumnya.
Azalia
menerima kertas itu, dan ia tambah terkejut dengan apa yang dia lihat.
“jadi,
dia bekerja di kantor itu?” tanya Akvia tak percaya.
“iya,
dan kamu pasti muak lihat ekspresinya yang menyebalkan” gerutu Azalia.
“tapi
setidaknya dia tidak menggoda kan?” ledek Akvia.
Dan
Azalia hanya diam cuek.
“Tapi
Za, kamu sudah dapat panggilan dari kantor itu?” tanya Akvia.
“CV
itu masuk sudah satu bulan yang lalu, sebelum kita kenal dia”
“oh,
jadi ada yang lagi butuh kerja? Nggak takut di godain boss?” ledek Shofia
tiba-tiba.
Azalia
berdiri, Akvia hendak mencegah ia takut kalau mereka akan bertengkar tapi
sia-sia.
“Shofia,
aku mau minta maaf atas perkataanku yang tidak sengaja kamu dengar kemarin”
kata Azalia mengulurkan tangan.
Akvia
menarik nafas lega. Shofia memandang sinis, dan berlalu
***
Semenjak
siang itu, Azalia tidak lagi bertemu dengan laki-laki yang diam-diam berkesan
baginya. Padahal jaketnya masih ada pada Azalia. Ia pun malu untuk menanyakan
keberadaan nya. Bahkan di Ramadhan berikutnya ia masih tak terlihat. Tak
munafik jika Azalia tetap memutuskan tinggal di Jakarta setelah lulus kuliyah
karena laki-laki itu, dan terus mengirimkan CV di kantor tempat dia bekerja,
walaupun ia sudah dapat kerja. Berharap Azalia dapat panggilan dan bisa bertemu
lagi. Bahkan ketika pulang kerja pun ia sempatkan lewat didepan kantornya. Azalia
benar-benar merasakan perasaan yang aneh, sedih yang benar-benar menyita
waktunya. Ia bawa jaket itu kemanapun dia pergi.
Begitupun
sore itu, lima hari sebelum lebaran, Azalia berdiri di depan gedung kantor itu.
Ia pakai jaket itu, terdiam cukup lama menikmati terik matahari sore.
“besok
aku harus pulang, tapi untuk sementara. Menghabiskan lebaran bersama keluarga,
bagaimana denganmu? Kamu dimana? Kenapa hilang? Apa kau sadar, kau pergi
membawa hati seseorang” bisiknya lirih dan berlalu.
Sementara
dibalik jendela itu, seseorang berdiri mematung melihatnya. Bila Azalia selalu
rutin sepulang kerja mampir kegedung itu, iapun nyaris rutin memandangi
kesetiaan Azalia.
“lalu
bagaimana kalau ternyata laki-laki itu sudah menikah? Atau punya calon
mungkin?”
Azalia
diam, ragu-ragu ia membenarkan apa yang dikatakan Akvia.
“aku
tidak tahu, tapi perasaan yang Allah berikan itu tidak mungkin sia-sia”
Akvia
memandang keluar, ia sedang di salah satu restoran di Jakarta. Berbuka bersama
Azalia, karena besok mereka akan pulang ke kampung halamannya.
Ia
bisa merasakan betapa sahabat karibnya mencintai laki-laki itu dengan
sepenuhnya, dan karena kebaikannya.
“Za,
seandainya dia tiba-tiba melamarmu, maukah kamu menerima dengan segala
kekurangannya?”
“Va,
please jangan bodoh, tapi itu tidak mungkin! Lagi pula aku belum tahu siapa
dia”
“kalau
ternyata aku tahu? Dan aku menjodohkanmu?” ledek Akvia.
Azalia
diam, “bodohnya aku jika menolaknya, tapi candaanmu benar-benar garing” celoteh
Azalia.
“Jadi,
kamu mau menikah denganku?”
Azalia
tersentak demi mendengar suara itu, suara yang sekian lama ia tunggu-tunggu dan
seperti tak percaya mendengarnya. Azalia pun menoleh keasal suara, disana
berdiri Shofia dan...
Ia
mengalihkan pandangan ke Akvia yang tersenyum padanya, begitu juga Shofia dan
laki-laki itu, otaknya penuh tanya.
“kamu?”
hanya itu yang bisa dia katakan.
“mau
kemana? dari mana? dengan siapa?” lanjut laki-laki itu mengingatkan Azalia
dengan percakapan terakhir mereka.
Selepas
Shalat tarawih, Azalia bertolak ke Lampung. Tentu saja tidak sendiri. Karena
malam ini ia akan menikah, menikah dengan Ramadhan yang sangat dicintainya.
Laki-laki
bernama Ramadhan itu, ternyata dulu teman satu kantor Shofia, lebih tepatnya
atasannya. Ketika bertemu dengan Azalia di halte itu dia dipindahkan kerja ke
Lampung, Shofia sering mengamati Azalia berdiri dikantornya lewat jendela, dan
ia menanyakan pada Akvia, Akviapun mengatakan sejujurnya, juga tentang
permintaan maaf tulus Azalia. Rupanya Shofia terharu dengan kesetiaan dan
ketulusan Azalia, dan mengatakan pada
Akvia perihal Ramadhan yang dipindah kerjakan di Lampung. Akvia dan Shofia pun
bertekad menyatukan mereka, seminggu sebelumnya Ramadhan telah melamar Azalia
pada Ayahnya langsung. Rupanya, Ramadhan juga mempunyai perasaan yang sama, karena
ia memimpin perusahaan cabang di Lampung, dia sangat sibuk tak punya banyak
waktu mencari alamat Azalia dan tak sempat ke Jakarta selain Lebaran, sehingga
ia tidak pernah bisa menemukan Azalia. Tapi Allah membukakan jalanNya,
mengabulkan do’a-do’anya.
Malam
itu, diujung bulan Ramadhan. Azalia kembali menangis dalam sujudnya, tapi kali
ini tangisannya tangis bahagia, dan ada ia sujud bersama imam didepannya. Yang
nantinya Azalia akan melalui hari-hari indah dengannya.
**selesai
Alhamdulillah cerpen ini sudah dimuat di kawanimut loh
https://www.facebook.com/IloveOriginalKawanimut/photos/a.168379236556250.41209.141421482585359/1009592309101601/?type=3&theater
bagus2 cerpennya...
BalasHapusterimakasih :)
BalasHapussands casino - SSCCasino
BalasHapusThe sands casino 샌즈카지노 located at the Casino is the ultimate casino experience. It's the perfect spot for all types of 제왕카지노 slots players and 메리트카지노 creates an atmosphere of excitement