Seperti halnya Gisha, Afif pun tengah menikmati malam di
teras belakang rumahnya. Entah mengapa ia jadi tidak begitu menyukai
kebisingan. Ditengah hatinya yang sedang antara bahagia mendapatkan balasan
cinta dari Gisha dan gelisah takut kalau Gadis mengetahuinya, dan kini?
Perasaan itu tumbuh kembali, beberapa jam yang lalu saat ia melihat senyum itu.
“malam adalah syurga untuk jiwa-jiwa yang lelah.
kehadiranya pula selalu menyadarkan kita, Bahwa hidup tak selamanya gelap. Akan
ada sinar yang datang menyongsong kita, mungkin esok, atau bahkan lusa”
Afif tersentak, seorang perempuan berkacamata dengan
jilbab biru kini duduk disampingnya.
“tau apa kamu?” kata Afif dengan sinisnya.
Sebisa mungkin Afif mencoba menghindari perasaan pada
perempuan disampingnya itu.
“banyak Afif Eshtania Yuza Adhinegara, tentang apa?
Persahabatanmu dengan Revi? Atau Gisha dan Eras? Meskipun aku belum tahu
mereka, tapi aku siapkan semua” “apa kamu pikir aku ini gadis bodoh yang hanya
menumpang pada saudaranya? Dan apa tak ada maksud lain untuk mengajar dan
melanjutkan kuliyah dikampusmu? Bahkan aku pastikan, kesombonganmu itu tak akan
bertahan lama. tadinya aku berniat baik denganmu dan Gadis, tapi perlakuanmu
barusan membuat aku berfikir seribu kali. Jika kamu pernah mendengar dendam
perempuan lebih kejam dari laki-laki, maka kamu akan membuktikan kebenarannya”
Azura tersenyum sinis, dan berlalu kedalam.
Semetara itu Afif tengah terbengong mendengar apa yang
barusan Bibinya katakan, ia tidak menyangka kata-kata itu keluar dari bibir
perempuan seperti Azura. Sebegitu sinisnya dia menanggapi sikap Afif?
Afif mencoba mengingat-ingat kembali perlakuannya pada Bi
Azura tadi. Memang ia cenderung dingin pada perempuan itu, ia benar-benar
menunjukkan ketidak sukaannya perempuan itu tinggal dirumahnya.
Akhirnya Afif masuk dan ikut gabung dengan Gadis dan Afif
yang asik ngobrol dengan Azura.
“wah tumben Afif bisa di bujuk” seru Revi
“Bi Azura memang hebat, biasanya Bang Afif kalau lagi
Bete nggak bisa kumpul sama orang” Gadis menimpali
Afif dan Azura hanya tersenyum.
“ah, mungkin Afif segan karena Bibi masih baru. Iya kan
Fif?” tanya Azura mellirik Afif.
Afif tersentak dibuatnya, sikap Azura beda sekali ketika
mereka ngobrol tadi.
Akhirnya malam itu mereka habiskan bercerita banyak
tentang Azura, sementara Afif hanya diam melihat keseruan mereka. Sesekali Azura
melirik sinis Afif, hal yang pasti hanya disadari oleh Afif.
Pagi itu Gisha bersemangat sekali menuju kampus, Gadis
akan mengenalkan dia dengan Azura. Seperti biasa ia menuju loteng kampusnya.
Rupanya Gadis dan Azura tengah asik bercerita kesana
kemari.
“sudah dari tadi?” tanya Gisha tiba-tiba.
“eh Gisha, kenalkan ini kak Azura” kata Gadis
bersemangat.
“harusnya ketika kalian bertemu itu salam yang di ucapkan”
sahut Azura.
Gisha yang mengulurkan tangannya tersenyum kecut, Azura
sama sekali tak membalas jabatan tangannya dan mengkritiknya.
“iya maaf Kak Azura” katanya lirih.
Azura tersenyum, senyum yang sedikit menenangkan hati
Gisha, ia pun ikut tersenyum.
“panggil saja Azura, kita seumuran kok” pintanya masih
dengan senyum manis.
“aku fikir standar Afif itu berjilbab, seperti kewajiban
semua perempuan di keluarga kita” celetuk Azura.
Baru saja Gisha membuka hatinya yang sempat ciut untuk
bersahabat dengan Azura, kini komentar tak sedap ia katakan lagi.
“Standar? Maksud Bi Azura?” tanya Gadis tak mengerti.
“bukannya Afif suka sama Gisha?” Azura berpura-pura
bertanya.
Gadis malah justru tertawa, “di kampus ini siapa yang
tidak suka dengan Gisha Bi, dia cantik dan baik. Dan bang Afif termasuk salah
satunya yang suka. Mungkin lebih ke kagum lah.. iya kan Sha?” Gadis memberikan
senyum terbaik untuk Gisha.
Sementara Gisha? Ia hanya terpaksa membalas senyum Gadis.
Kagum? Lalu apa yang Afif bilang kemarin? Apa benar Afif hanya kagum padanya? Apa
Gadis tidak pernah tau tentang keseriusan Afif terhadapnya?
“selama Gisha tak punya perasaan yang sama, mungkin hanya
sebatas kagum” kata Azura dengan senyum khasnya.
“di hati Gisha sudah ada laki-laki spesial Bi” bela
Gadis.
“o ya? Jadi Gisha pacaran?”
Gadis mulai menyadari bahwa banyak sekali perbedaan
antara ia dan Gisha yang tidak sempat dia ceritakan pada Bibinya, ia bisa
melihat dengan jelas wajah tak nyaman Gisha.
Azura yang menyadari perbedaan sikap Gadis hanya
tersenyum.
“kebenaran itu ada di hati Sha, hanya saja ia tak akan
pernah datang kalau tidak di jemput””sementara tugas kita setelah menjemput
kebenaran itu adalah menunjukkan untuk orang lain” kata Azura sambil menepuk
pundak Gisha dan memberikan senyum termanis.
“terimakasih Azura” bisik Gisha pelan.
“kamu itu sahabat keponakan saya, jadi secara otomatis
kamu juga sahabat saya. Jangan sungkan, dan jangan takut untuk mengatakan
apapun. Jangan pernah memendam kebenaran, semetara dusta kita tunjukkan. Termasuk
saya bicara padamu, saya ingin sampaikan kebenaran itu”
“tapi seseorang akan marah jika ia dilempar, meskipun dilempar
dengan berlian sekalipun” Afif yang sedari tadi menguping pembicaraan mereka
akhirnya angkat bicara.
“Bang Afif? Sudah dari tadi?” tanya Gadis basa basi.
“cukup lama untuk mendengarkan kebenaran yang di maksud
Bi Azura” kata Afif sambil memandang sinis ke Azura.
Azura kembali tersenyum “lalu kebenaran yang kamu maksud
bagaimana Fif? Menyampaikannya bagaimana tanpa terasa di lempar? Apa harus
menunggu semua terungkap dari orang lain?”
“apa maksud Bi Azura?” tanya Gadis tak mengerti.
“tanyakan pada Abangmu, bibi masih banyak urusan” “Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam” jawab mereka bersamaan.
Azura hendak melangkah, tapi ia menghentikan langkahnya
sejenak “Bibi harap kamu tidak lupa percakapan kita kemarin malam Fif” katanya
dengan sinis dan berlalu.
Sementara Gadis melihat Abangnya penuh arti. Berharap suatu
penjelasan dari apa yang di katakan Bibinya barusan. Berharap apa yang dia
takutkan tidak benar-benar terjadi.
“maksudnya apa Bang?” tanya Gadis penuh curiga.
Afif melirik Gisha yang tengah menunduk tak berdaya.
“kebenaran apa Sha?
Kebenaran apa yang dimaksud Bi Azura?” kali ini Gadis bertanya ke Gisha.
“Dis tolong jangan berfikir macam-macam, aku bisa jelasin
ke kamu” Gisha akhirnya angkat bicara.
“jangan bilang kalian..” Gadis menatap curiga.
“Dis, tapi kita berdua..”
“cukup Sha! Bukan seperti ini yang aku minta untuk
persahabatan kita!” “kamu pasti ingat kan Sha pertama kali kita berteman? Kamu minta
aku yakinin perasaan kamu ke Eras? Kamu bilang betapa berharganya Eras untuk
hidup kamu?! Kamu harusnya ingat itu Sha!”
“iya Dis aku tau. Tapi Afif memberi pandangan yang
berbeda tentang itu”
“dan karena pandangan yang berbeda itu apakah kamu harus
jatuh cinta dengan Bang Afif?!” “Aku
kecewa sama kamu Sha”
Gadis menoleh ke arah Abangnya yang hanya bisa diam “Gadis
kecewa sama Abang”
Gadispun pergi meninggalkan Gisha dan Afif yang hanya
diam satu sama lain.
“kenapa Azura bisa tau begitu banyak Fif? Aku fikir ini
akan jadi berita bahagia untuk Gadis” Gisha membuka percakapan.
“....”
“hampir satu tahun kita bersahabat, dan aku baru sadar aku
berbeda sekali dengan kalian. Aku tak bisa sesempurna kalian, aku merasa tak pantas berada diantara kalian. Aku minta maaf
Fif, aku tidak bisa menjadi yang terbaik untuk kamu. Semoga ada jalan untuk
kita bersama lagi” Gisha terisak.
“aku akan membuktikan janjiku Sha”
Gisha hendak pergi meninggalkan Afif, “jangan pernah
berjanji Fif, janji hanya menimbulkan harapan yang tiada habis” katanya
Akhirnya hanya tinggal Afif sendirian berdiri di loteng
kampusnya. Angin semilir membelainya, untuk pertama kalinya Afif merasa tak
berdaya sama sekali. Untuk pertama kalinya ia merasa menjadi orang paling
bersalah. Ia tidak tau dari mana Azura bisa tau sebanyak itu informasi
tentangnya. Dan ia tak bisa menebak bagaimana sifat Bibinya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar