>

Cari Blog Ini

Selasa, 28 Oktober 2014

KEPADA RINDU



Dipersimpangan hati,
Aku berjalan dan mengarah pada bahagia
Aku hanya ingin hujan tau bahwa aku begitu mencintainya..
Aku bahkan telah menyatu bersamanya,
Menikmati setiap tetesan lagit..
Aku bahagia,
Aku jatuh cinta pada apapun tentangnya..
Aku mencintainya yang membasahi hatiku..

Puisi, apa yang kalian fikirkan tentang keindahan puisi?
Apa kalian begitu menyukainya, atau bahkan tak pernah mempedulikannya?
Jangan bilang kalian tak menyukai puisi, kallian bukan tidak menyukai, tapi kalian belum dekat dengannya. Kalian belum akrab pada puisi..
Padahal, banyak sekali yang bisa kalian lakukan dengan puisi. Dengan puisi, rahasia kalian akan tertutup rapat tanpa diketahui. Dengan puisi, kita bisa menyampaikan tentang jatuh cinta, benci, bahkan menyindir seseorang.
Yah, memang sekarang seseorang yang menyukai puisi itu di bilang ketinggalan jaman. Tapi menurutku itu antik. Dengan puisi aku merasa tak banyak yang tau kehidupanku.
“Mala, nggak lupa kan besok masuk jam 8?”
Seseorang tanpa permisi membuka kamarku, dan memasang wajah sewot diiringi pertanyaan yang membosankan. Yang perlu aku jawab dengan gelengan dan senyum paksaan.
“ya sudah tidur. Sudah jam 12”
Katanya sembari menutup kembali pintu kamarku, dan pergi.

Minggu, 26 Oktober 2014

BAIT - BAIT CERITA RINDU



Namaku Wildan, aku Mahasiswa sekaligus karyawan. Bukan karyawan kantor, melainkan pelayan di sebuah restoran milik keluarga Aqilah, teman satu kuliyahku. aku bisa kerja disitu karena sekarang dialah yang memimpin restoran itu.
Aku suka dengan nuansa restoran milik keluarga Aqilah, yang tersedia taman bermain kecil untuk anak-anak dan beberapa bunga, yang disetiap sudutnya tersedia kursi.
Dan disalah satu kursi itu, setiap sore aku bisa memperhatikan seseorang. Aku hanya tau tentang dia sedikit, tapi aku telah jatuh cinta padanya. Bukan pada parasnya, tapi pada cara pakaian dan ‘kediamannya’ serta bait puisinya yang selalu membuatku untuk lebih ingin tahu semuanya.. seperti sore ini, angin menerpa jilbab lebarnya sementara ia sibuk menulis sesuatu, setelah hampir dua jam lebih dia termenung dan hanya diam, kemudian merobeknya dan meninggalkannya. Kemudian dia pergi
Biarkan gelap kali ini bercerita,
Bagaimana senja secara sengaja memakan siangnya..
Dan apa kau lihat?
Bahwa bulan hanya mampu muncul setelah matahari tiada,
Aku tak menyalahkan bulan, pun tak membencinya..
Aku hanya ingin dia belajar dari kesetiaan matahari,
Matahari itu bukan pergi, melainkan pindah untuk menerangi bagian lain..
Aku lelah!
Aku ingin seperti matahari,
Tapi mungkinkah?
Sedangkan aku tak ada bedanya seperti  bulan yang bergantung pada matahari..

Senin, 22 September 2014

RAMADHAN UNTUK AZALIA


Senja masih menyisakan sinar mentari di ujung barat.
Gadis itu masih menikmati sorenya, sore yang baginya begitu indah. Ia biarkan angin meniup jibab birunya, menyatu dengan langit dan bisingnya Ibu Kota di luar sana.
“lalu bagaimana kalau ternyata laki-laki itu sudah menikah? Atau punya calon mungkin?”
Sebuah suara kembali mengisi heningnya.

***
Adzan Isya’ berkumandang dari setiap masjid, malam ini Ramadhan hari pertama, semua orang berbondong-bondong memenuhi panggilan Rabbnya.
Ramadhan, Azalia selalu mencintai moment ini. Moment dimana semua Masjid terisi penuh disetiap waktu. Suara Al-Qur’an menggema dimana-mana. Membuat ia selalu merindukan kampungnya. Dan merasakan seolah kampungnya hadir ditengah-tengahnya.

Selasa, 09 September 2014

Senja Musim Lalu #bag.08



Seperti halnya Gisha, Afif pun tengah menikmati malam di teras belakang rumahnya. Entah mengapa ia jadi tidak begitu menyukai kebisingan. Ditengah hatinya yang sedang antara bahagia mendapatkan balasan cinta dari Gisha dan gelisah takut kalau Gadis mengetahuinya, dan kini? Perasaan itu tumbuh kembali, beberapa jam yang lalu saat ia melihat senyum itu.
“malam adalah syurga untuk jiwa-jiwa yang lelah. kehadiranya pula selalu menyadarkan kita, Bahwa hidup tak selamanya gelap. Akan ada sinar yang datang menyongsong kita, mungkin esok, atau bahkan lusa”
Afif tersentak, seorang perempuan berkacamata dengan jilbab biru kini duduk disampingnya.
“tau apa kamu?” kata Afif dengan sinisnya.
Sebisa mungkin Afif mencoba menghindari perasaan pada perempuan disampingnya itu.
“banyak Afif Eshtania Yuza Adhinegara, tentang apa? Persahabatanmu dengan Revi? Atau Gisha dan Eras? Meskipun aku belum tahu mereka, tapi aku siapkan semua” “apa kamu pikir aku ini gadis bodoh yang hanya menumpang pada saudaranya? Dan apa tak ada maksud lain untuk mengajar dan melanjutkan kuliyah dikampusmu? Bahkan aku pastikan, kesombonganmu itu tak akan bertahan lama. tadinya aku berniat baik denganmu dan Gadis, tapi perlakuanmu barusan membuat aku berfikir seribu kali. Jika kamu pernah mendengar dendam perempuan lebih kejam dari laki-laki, maka kamu akan membuktikan kebenarannya”