>

Cari Blog Ini

Jumat, 15 Maret 2013

Senja Musim Lalu #bag.04


DAN BERDETAK LAGI



Sesampainya dirumah Gisha mencoba menyembunyikan kesedihannya dari sahabat-sahabatnya, mereka nampak terantuk-antuk menunggu Gisha.
“kok lama Sha?” suara Revi langsung menodongnya begitu sampai didepan pintu
Gisha hanya terseyum, karena ia tak punya alasan untuk menjawab pertanyaan Revi.
Gadis langsung menyambutnya, dan memeriksa barang belanjaannya.
“kok nggak beli kecap Sha? Katanya mau bakar ayam pake kecap” tanya Gadis sambil mengacak-acak belanjaan dikantong plastik yang baru dibeli Gisha.
Gisha menepuk keningnya, dan sahabat-sahabatnya tau maksudnya.
“ya sudah, aku saja yang beli” tawar Gadis yang langsung berangsur pergi tanpa meminta persetujuan dari siapapun.

Gadis menembus hujan yang masih rintik-rintik. Begitu sampai di mini market ia langsung menuju apa yang hedak dibelinya, tanpa lama-lama. Dan menuju kasir, ketika hendak keluar mata gadis menangkap sosok yang tidak asing baginya, sosok yang selama lima bulan belakangan ini yang mengusik hatinya. Yah! ‘Pria Peduli’ itu ada didepannya, didalam mobil yang terbuka kacanya, dan sedang menelphone. Tapi ia tak melihat Gadis. Dan belum sempat Gadis menyapa, ia berlalu dengan Mobil mewahnya. Gadis hanya terdiam, mematung, melihat sosok itu pergi. Betapa tiba-tiba jantungnya berdetak cepat, dan tangannya mendadak dingin. ‘Pria Peduli’ itu hadir lagi disaat ia mencoba melupakan, disaat ia yakin bahwa jatuh cinta padanya adalah hal yang tak mungkin.

“Gadis kenapa Fif?” Tanya Bundanya yang langsung menangkap wajah murung putrinya begitu pulang dari rumah Gisha.
“nggak tau Bun, tadi sih sebelum ke Minimarket baik-baik saja, tapi pulangnya cemberut. kesambet kali” kata Afif semaunya.
“hust! Ngomong apa sih” tegur Bundanya sambil bangkit dari kursi.
“biar Afif yang nyamperin keKamarnya Bun” kata Afif yang sudah tau apa yang akan dilakukan Bundanya.
Afif membuka pintu kamar adiknya pelan sekali. Berharap si empunya kamar tak mendengar. Tapi..
“ketok pintu dulu ya kalo masuk kamar orang” nada jutek Gadis langsung menyapanya.
Ia sandaran di kasurnya. Matanya nampak sembab karena menangis. Dan Afif dengan kocaknya kembali keluar menutup pintu dan mengetuknya. Yang tentu saja ketukan itu tak disambut sama sekali oleh Gadis. Kemudian Afif membuka pintu itu perlahan, mengintip dan memprotes.
“kalau pintu diketuk buka donk!!” kata Afif dengan muka yang dipoloskan nya.
Ia pun harus terima ketika sebuah bantal melayang ke arahnya. Dan Gadis dengan mata yang sembab, memberikan senyum manis ke Abangnya. Senyum yang selalu membuat Afif tenang melihatnya. Afif pun melangkah menghampiri Gadis, duduk dipinggir kasurnya.
“kecuali kalau pintu hati, harus difikir dulu bukanya” goda Afif
Deg! Kembali dada Gadis berdetak dengan kencangnya. Tapi sebisa mungkin ia tunjukkan wajah juteknya keAbangnya.
“sok tau!” jawab Gadis
“ini bukan sok tau, tapi ngasih tau! Wek..” balas Afif masih dengan nada meledek, yang membuat Gadis sangat geram.
Tapi Gadis hanya diam saja.
“ada apa sih Dek?” Tanya Afif
Dan ini adalah moment yang selalu Gadis banggakan. Panggilan ‘Dek’ dari abangnya yang nggak normal dewasanya, alias kePAUDan bin anak-anak. Dan wajah yang penuh serius. Tapi...
“hahaha” gadis tak mampu melihat ekspresi Abangnya yang ‘terpaksa’ dewasa dan bijak.
Dan karena kelakuannya itu, ia mendapat balasan bantal tepat dimukanya.
“yee.. giliran serius juga!” kata Afif dengan kesalnya.
“Udah ah, cepetan tidur. Besok Ayah berangkat pagi-pagikan?” tanya Gadis yang jawabannya sudah bisa ia tau.
“emang jadi Bi Azura minta dijemput?”
“ya iya lah, selama di Amrik kan dia belum pernah kesini”
“dikiranya dia Ayah nganggur kali ya? Dikiranya dia rumah kita dipelosok sampai susah mencarinya ya? Dikiranya dia.. ah, Dasar nenek tua!” kata Afif kesal.
“hust! Masih tua Abang kali” kata Gadis menahan tawanya.
Dan Afif baru menyadari kesalahan bicaranya itu. Bi Azura, meskipun dia Adik Ayah, tapi Adik Keponakan, Ibunya adalah Adik Almarhum Nenek yang paling Bungsu. Sedang Nenek adalah anak pertama dari 8 bersaudara. Karena Bi Azura anak satu-satunya, dia diberi kebebasan untuk menentukan pendidikan. Padahal dia seumuran Afif (tua Afif 2 bulan) tapi sudah menggondol gelar S1 dari Perguruan Tinggi di Amerika. Afif belum pernah bertemu dia, tapi Afif sudah bisa menebak kalau dia gadis yang sangat manja. Buktinya, dia minta Ayahnya menjemputnya ke Amerika. ‘Dikiranya Amerika Jakarta Bogor kali’ batin Afif kesal.

Afif dengan tampang yang ‘dingantuk-ngantukkan’ di kursi belakang mobil mulai bosan mendengar ceramahan Ayahnya pagi itu. Jaga Adikmu, Jaga Bundamu, jangan ditinggal lagi Adiknya, jangan malam-malam pulang dari rumah Revi, jangan...
Dan ia mulai berfikir bahwa keluarga Ayahnya adalah keluarga ‘Over Khawatir’, seperti yang hendak dijemput Ayahnya nanti. Tapi cepat-cepat fikiran itu ia bantah. Karena dia? Bukan Cuma keluarga Ayah, tapi darah dagingnya. Kalau keluarga Ayah ‘Over Khawatir’, berarti dia ‘Over Dosis Khawatir’.
“berapa lama Bi Azura tinggal di Rumah Kita Yah?” tanya Gadis yang mulai memahami kebosanan Abangnya.
“memang dia tinggal dirumah kita Yah?!” tanya Afif dengan nada syoknya.
“iya, dia rencananya mau kerja disini” Jawab Bunda yang duduk disamping Ayah, karena Ayah sibuk menjalankan kemudi.
“sampai kapan Bun?” tanya Afif semakin penasaran.
“ makanya tadikan Gadis tanya Bang!” Protes Gadis.
“tapikan belum dijawab.. wek!” ledek Afif
“itu karena Abang nyolot” gerutu Gadis kesal.
“sudah.. sudah..” “mungkin, sampai dia mendapat jodoh” Jawab Bunda lagi.
“berarti dia harus buru-buru dicarikan Jodoh ya” bisik Afif pelan, tapi cukup terdengar.
“kenapa? Kamu mau jadi jodohnya?” ledek Ayah.
“iih.. jangan sampai Yah, bisa-bisa Afif jadi Upik Abu”
“jangan salah Fif, orangnya cantik, pintar dan baik” serobot Bunda.
“Nenek Sihir juga berusaha Cantik, Pintar menjebak, dan Pura-pura Baik Bun” jawab Afif Sewot.
“kok kamu sensi banget sih Fif? Dia kan Bibi kamu” tanya Bundanya dengan bijak.
“Bang Afif itu sebel Bun, karena rencana kita hari ini berkunjung kerumah Gisha gagal” solot Gadis, yang disambut pelototan Afif.
“memang ada acara apa?” tanya Bunda
“perpisahan” jawab Afif singkat.
“Gisha mau pergi? Kemana?” tebak Bunda kaget.
“bukan Gisha Bun, tapi Pacarnya. Eras” jawab Gadis.
“owh”

Dada pemuda itu masih berdetak, meski ia melihat gadis itu sudah satu jam yang lalu. Tapi wajah itu, senyum itu, suara itu...
Ia tak mungkin mampu mecintainya!.

Mungkin ia hanya mampu merasakannya, merasakan getaran cinta setiap mengingatnya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar