DAN BERDETAK LAGI
Sesampainya dirumah Gisha mencoba menyembunyikan
kesedihannya dari sahabat-sahabatnya, mereka nampak terantuk-antuk menunggu
Gisha.
“kok lama Sha?” suara Revi langsung menodongnya begitu
sampai didepan pintu
Gisha hanya terseyum, karena ia tak punya alasan untuk
menjawab pertanyaan Revi.
Gadis langsung menyambutnya, dan memeriksa barang
belanjaannya.
“kok nggak beli kecap Sha? Katanya mau bakar ayam pake
kecap” tanya Gadis sambil mengacak-acak belanjaan dikantong plastik yang baru
dibeli Gisha.
Gisha menepuk keningnya, dan sahabat-sahabatnya tau
maksudnya.
“ya sudah, aku saja yang beli” tawar Gadis yang langsung
berangsur pergi tanpa meminta persetujuan dari siapapun.
Gadis menembus hujan yang masih rintik-rintik. Begitu
sampai di mini market ia langsung menuju apa yang hedak dibelinya, tanpa
lama-lama. Dan menuju kasir, ketika hendak keluar mata gadis menangkap sosok
yang tidak asing baginya, sosok yang selama lima bulan belakangan ini yang
mengusik hatinya. Yah! ‘Pria Peduli’ itu ada didepannya, didalam mobil yang
terbuka kacanya, dan sedang menelphone. Tapi ia tak melihat Gadis. Dan belum
sempat Gadis menyapa, ia berlalu dengan Mobil mewahnya. Gadis hanya terdiam,
mematung, melihat sosok itu pergi. Betapa tiba-tiba jantungnya berdetak cepat,
dan tangannya mendadak dingin. ‘Pria Peduli’ itu hadir lagi disaat ia mencoba
melupakan, disaat ia yakin bahwa jatuh cinta padanya adalah hal yang tak
mungkin.
“Gadis kenapa Fif?” Tanya Bundanya yang langsung
menangkap wajah murung putrinya begitu pulang dari rumah Gisha.
“nggak tau Bun, tadi sih sebelum ke Minimarket baik-baik
saja, tapi pulangnya cemberut. kesambet kali” kata Afif semaunya.
“hust! Ngomong apa sih” tegur Bundanya sambil bangkit
dari kursi.
“biar Afif yang nyamperin keKamarnya Bun” kata Afif yang
sudah tau apa yang akan dilakukan Bundanya.
Afif membuka pintu kamar adiknya pelan sekali. Berharap
si empunya kamar tak mendengar. Tapi..
“ketok pintu dulu ya kalo masuk kamar orang” nada jutek
Gadis langsung menyapanya.
Ia sandaran di kasurnya. Matanya nampak sembab karena
menangis. Dan Afif dengan kocaknya kembali keluar menutup pintu dan
mengetuknya. Yang tentu saja ketukan itu tak disambut sama sekali oleh Gadis.
Kemudian Afif membuka pintu itu perlahan, mengintip dan memprotes.
“kalau pintu diketuk buka donk!!” kata Afif dengan muka
yang dipoloskan nya.
Ia pun harus terima ketika sebuah bantal melayang ke
arahnya. Dan Gadis dengan mata yang sembab, memberikan senyum manis ke
Abangnya. Senyum yang selalu membuat Afif tenang melihatnya. Afif pun melangkah
menghampiri Gadis, duduk dipinggir kasurnya.
“kecuali kalau pintu hati, harus difikir dulu bukanya”
goda Afif
Deg! Kembali dada Gadis berdetak dengan kencangnya. Tapi
sebisa mungkin ia tunjukkan wajah juteknya keAbangnya.
“sok tau!” jawab Gadis
“ini bukan sok tau, tapi ngasih tau! Wek..” balas Afif
masih dengan nada meledek, yang membuat Gadis sangat geram.
Tapi Gadis hanya diam saja.
“ada apa sih Dek?” Tanya Afif
Dan ini adalah moment yang selalu Gadis banggakan.
Panggilan ‘Dek’ dari abangnya yang nggak normal dewasanya, alias kePAUDan bin
anak-anak. Dan wajah yang penuh serius. Tapi...
“hahaha” gadis tak mampu melihat ekspresi Abangnya yang
‘terpaksa’ dewasa dan bijak.
Dan karena kelakuannya itu, ia mendapat balasan bantal
tepat dimukanya.
“yee.. giliran serius juga!” kata Afif dengan kesalnya.
“Udah ah, cepetan tidur. Besok Ayah berangkat
pagi-pagikan?” tanya Gadis yang jawabannya sudah bisa ia tau.
“emang jadi Bi Azura minta dijemput?”
“ya iya lah, selama di Amrik kan dia belum pernah kesini”
“dikiranya dia Ayah nganggur kali ya? Dikiranya dia rumah
kita dipelosok sampai susah mencarinya ya? Dikiranya dia.. ah, Dasar nenek
tua!” kata Afif kesal.
“hust! Masih tua Abang kali” kata Gadis menahan tawanya.
Dan Afif baru menyadari kesalahan bicaranya itu. Bi
Azura, meskipun dia Adik Ayah, tapi Adik Keponakan, Ibunya adalah Adik Almarhum
Nenek yang paling Bungsu. Sedang Nenek adalah anak pertama dari 8 bersaudara. Karena
Bi Azura anak satu-satunya, dia diberi kebebasan untuk menentukan pendidikan.
Padahal dia seumuran Afif (tua Afif 2 bulan) tapi sudah menggondol gelar S1
dari Perguruan Tinggi di Amerika. Afif belum pernah bertemu dia, tapi Afif
sudah bisa menebak kalau dia gadis yang sangat manja. Buktinya, dia minta
Ayahnya menjemputnya ke Amerika. ‘Dikiranya Amerika Jakarta Bogor kali’ batin
Afif kesal.
Afif dengan tampang yang ‘dingantuk-ngantukkan’ di kursi
belakang mobil mulai bosan mendengar ceramahan Ayahnya pagi itu. Jaga Adikmu,
Jaga Bundamu, jangan ditinggal lagi Adiknya, jangan malam-malam pulang dari
rumah Revi, jangan...
Dan ia mulai berfikir bahwa keluarga Ayahnya adalah
keluarga ‘Over Khawatir’, seperti yang hendak dijemput Ayahnya nanti. Tapi
cepat-cepat fikiran itu ia bantah. Karena dia? Bukan Cuma keluarga Ayah, tapi
darah dagingnya. Kalau keluarga Ayah ‘Over Khawatir’, berarti dia ‘Over Dosis
Khawatir’.
“berapa lama Bi Azura tinggal di Rumah Kita Yah?” tanya
Gadis yang mulai memahami kebosanan Abangnya.
“memang dia tinggal dirumah kita Yah?!” tanya Afif dengan
nada syoknya.
“iya, dia rencananya mau kerja disini” Jawab Bunda yang
duduk disamping Ayah, karena Ayah sibuk menjalankan kemudi.
“sampai kapan Bun?” tanya Afif semakin penasaran.
“ makanya tadikan Gadis tanya Bang!” Protes Gadis.
“tapikan belum dijawab.. wek!” ledek Afif
“itu karena Abang nyolot” gerutu Gadis kesal.
“sudah.. sudah..” “mungkin, sampai dia mendapat jodoh”
Jawab Bunda lagi.
“berarti dia harus buru-buru dicarikan Jodoh ya” bisik Afif
pelan, tapi cukup terdengar.
“kenapa? Kamu mau jadi jodohnya?” ledek Ayah.
“iih.. jangan sampai Yah, bisa-bisa Afif jadi Upik Abu”
“jangan salah Fif, orangnya cantik, pintar dan baik”
serobot Bunda.
“Nenek Sihir juga berusaha Cantik, Pintar menjebak, dan
Pura-pura Baik Bun” jawab Afif Sewot.
“kok kamu sensi banget sih Fif? Dia kan Bibi kamu” tanya
Bundanya dengan bijak.
“Bang Afif itu sebel Bun, karena rencana kita hari ini
berkunjung kerumah Gisha gagal” solot Gadis, yang disambut pelototan Afif.
“memang ada acara apa?” tanya Bunda
“perpisahan” jawab Afif singkat.
“Gisha mau pergi? Kemana?” tebak Bunda kaget.
“bukan Gisha Bun, tapi Pacarnya. Eras” jawab Gadis.
“owh”
Dada pemuda itu masih berdetak, meski ia melihat gadis
itu sudah satu jam yang lalu. Tapi wajah itu, senyum itu, suara itu...
Ia tak mungkin mampu mecintainya!.
Mungkin ia hanya mampu merasakannya, merasakan getaran
cinta setiap mengingatnya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar