>

Cari Blog Ini

Selasa, 20 Agustus 2013

Senja Musim Lalu #bag.07

YANG DIAM TERSIMPAN




Lama mereka berdua diam diteras itu, tapi pikiran mereka berlari kesana kemari.
“Fif” akhirnya Gisha membuka percakapan.
Afif hanya menoleh.
“kalau cinta yang aku harapkan itu, pasti berdetak ya?”
“sepertinya begitu”
“sekarang seperti itu yang kamu rasakan?” tanya Gisha ragu-ragu
Afif kaget dibuatnya, jangankan sekarang, sejak pertama kuliyah seperti itulah rasanya kalau berhadapan dengan Gisha.
Gisha memandang kedepan, fikirannya mengelana entah kemana “kalaupun harus menikah, aku lebih memilih kamu dari pada Eras”
Dan untuk kedua kalinya Afif dibuat kaget

“Sha, jangan bercanda” katanya sambil menunduk.
Gisha menoleh kearah Afif “apa dari tadi kita bercanda?”
Suasana kembali hening, Afif tak pernah menyangka Gisha mempunyai detakan untuknya. Selama ini, meskipun Revi dan Gadis tau bahwa ia sangat mencintai Gisha, tapi mereka menyimpannya agar Gisha tidak tahu. Demi menjaga hubungannya dengan  Eras. Lagi pula kalau sampai ia nekat mengungkapkan pada Gisha, adik perempuan satu-satunya itu pasti akan marah padanya.
Sejak dulu Gadis selalu memagari Afif dari godaan gadis-gadis yang menyukainya, bahkan pernah suatu ketika mereka jalan-jalan di mall tiba-tiba ada perempuan yang minta nomor Afif, dan dengan nekatnya Gadis mencak-mencak kalau ia adalah Suaminya. SUAMI! Ya, karena tak ada pacaran di kamus adiknya itu.
Dan ketika perempuan itu dengan sinisnya bilang ‘kecil-kecil udah nikah’ dengan entengnya Gadis jawab ‘biarin, dari pada tua-tua beraninya pacaran’. Ributlah suasana siang itu.
Afif tersenyum tipis “Sha, aku tak bisa janji banyak sama kamu” kata afif
Sejenak ia menarik nafas panjang, dan menghembuskannya pelan “tapi,,, aku janji menikah denganmu nanti, Bukan sekarang. Dan untuk waktu penantian ini, aku harap kita seperti biasa. Tanpa pacaran, karna bukan hubungan seperti itu yang aku mau, lagi pula Gadis pasti tidak akan menyukainya. Tapi aku janji...”
“jangan berjanji Fif, cukup kita tau bahwa kita punya keinginan yang sama”
“yah.. In Shaa Allah. Dan ini untuk terakhir kalinya kita berdua sebelum menikah”
Gisha tersenyum, Afif pun tersenyum. Hari ini betapa banyak yang harus ia ungkapkan. Tentang semua yang ingin dia katakan ke Gisha.

Revi mondar-mandir di loteng rumahnya. Fikirannya sama kacaunya dengan laki-laki yang duduk tak jauh darinya.
Sahabatnya sejak kecil, sejak ia tau apa itu arti sahabat.
Bahkan mungkin sejak dalam kandungan.
“terus kenapa kamu nggak ngomong sama Gisha?” tanya Revi.
Pertanyaan yang sudah sepuluh kali lebih dia tanyakan sejak ba’da maghrib tadi.
Dan lagi-lagi Afif hanya menjawab dengan gelengan kepala dan tatapan mata kosong.
“masalahnya ini, kalau Gadis sampai tau bagaimana? Aku juga nggak mau Gadis marah” omel Revi lagi.
“asalkan Gisha nggak cerita, semua aman” sahut Afif.
“tapi, gimana ngomong sama Gisha nya?”
Sejenak mereka diam.
“aku juga nggak tau Vi, bahkan nggak pernah menyangka sama sekali kalau Gisha punya perasaan yang sama. Aku sendiri bingung!”
Hening kembali..
“ini nggak bisa gini Fif, kalian harus..”
“Darrrr!!! Harus apa hayooo...!!!”
Tiba-tiba Gadis muncul mengagetkan mereka, Revi sampai menutup mulutnya rapat-rapat.
“hayoo apa..???” goda Gadis pada Abangnya.
Revi dan Afif hanya saling pandang, bingung dan gugup.
“emm.. itu Dis, harus..” jawab Afif sambil berfikir.
“pasti ngeluh soal Bi Azura ya?” tebak Gadis sambil senyum-senyum menggoda.
Revi menjentikkan jarinya “nah! Iya Dis, tau nih Afif! Sama Bibinya kok gitu” kata Revi sambil memelototi Afif memberi isyarat
“padahal orangnya canti loh, nggak kayak orang-orang indonesia yang biasa hidup di Barat. Dia pakai jilbab dan kacamata, dan mempunyai senyum yang manis” puji Gadis.
“sudah datang?” tanya Afif.
“sudah! Bang Afif di tanyain sama Ayah. Kalian disuruh kesana” “kak Revi juga. Om dan Tante sudah kesana dari tadi, kata Tante kalian tidak mau diajak kerumah. Makanya gadis kesini”
“ya sudah ayo kita kesana yuk Dis” ajak Revi sambil menarik tangan Gadis.
Gadis pun marah-marah dibuatnya.
Sesampai dirumahnya, Afif berdiri mematung didepan pintunya demi melihat sesosok gadis yang.. benar kata Gadis, memiliki senyum yang manis.
“Fif, sini. Ini Bibimu” panggil Ayahnya.
Tapi Afif tetap pada pendiriannya, ia cuek dan menghampiri Ayah serta mencium tangannya.
Azura yang mendapat perlakuan seperti itu pun langsung cemberut.

Sedangkan malam itu Gisha duduk terpaku didepan jendela kamarnya. ia sengaja masih membuka jendelanya, merasakan angin malam yang menembus masuk kekamarnya. Ia belum pernah merasa sebahagia ini, bahagia yang datangnya bukan dari Eras lagi, tapi dari seseorang yang belakangan ini mampu mengusik hatinya dengan segala perhatian yang dia miliki.
“kok belum tidur?” tanya Maminya tiba-tiba.
“belum bisa tidur Mi. lagi kepikiran, gimana ya ekspresi Gadis dan Afif ketemu sama Bibinya” jawab Gisha dengan senyumnya.
“kamu nggak kesana?”
“nggak lah Mi, itukan acara keluarga” jawab Gisha “mereka itu beruntung sekali ya? Lahir dikeluarga yang sangat-sangat harmonis, kadang Gisha cemburu kalau berlama-lama dirumah itu. Apalagi menjadi Gadis, setiap saat mendapat perhatian lebih dari Ayah dan Abangnya” tiba-tiba mata Gisha berkaca-kaca.
Mami memeluk Gisha dari belakang “takdir itu berbeda-beda sayang, memang kamu bisa menjamin kalau bereka itu bahagia? Mungkin juga mereka pernah melewati masa-masa sulit, dan mereka bersabar hingga mereka memetik kebahagiaan itu saat ini”
“atau bahkan mereka sedang menuju masa sulit itu?” tanya Gisha khawatir.
“hust! Ngomong apa sih.. masalah itu datang dan pergi, sampai kita meninggalkan dunia ini”
Gisha hanya menarik nafas berat.
“Mami masih ingat Mas Muzain?” tanya Gisha mengalihkan pembicaraan.
“Muzain siapa ya?” Mami mencoba mengingat-ingat.
“itu loh Mi, sepupu Eras yang dulu nyuruh Eras sama Gisha cepetan nikah”
“o iya, Mami ingat! Kenapa?”
“tadi siang, Gisha ketemu sama Mas Muzain” kata Gisha
“terus? Kenapa tidak diajak main kerumah?”
“ketemunya pas Gisha mau kerumah Gadis, dia titip salam buat Mami”
“dia sudah menikah?”
“belum Mi, Gisha ledek tapi dia malah minta Do’a” kata Gisha sambil tersenyum.
“Do’a apa?”
“semoga gadis yang saat ini sedang marah padanya, berbalik mencintainya”
“oya, siapa gadis itu?”
Gisha mengangkat bahunya tanda tidak tahu.
“pasti menyesal ya gadis itu Mi? Menolak laki-laki sebaik Mas Muzain”
“yah, mungkin itu ujian untuk Muzain. Untuk cintanya”
Gisha hanya tersenyum, ia membenarkan apa yang Maminya katakan. Bahwa setiap cinta itu pasti diuji, termasuk cinta hamba kepada Tuhannya.
“kenapa tidak dijodohkan dengan Gadis saja? Mereka berdua sama-sama baik dan paham agama” usul Mami tiba-tiba.
Gisha tertawa mendengarnya “Mami benar, nanti suatu saat Gisha kenalkan mereka”
Gisha tersenyum bahagia, dibenaknya terpikirkan suatu saat nanti Gadis menikah dengan Muzain, dan ia dengan Afif.
Mami membelai lembut rambut Gisha, ia bersyukur putrinya selalu mempunyai semangat hidup. Gisha adalah alasannya kenapa ia bertahan hingga saat ini, dan tidak akan pula ia biarkan satu laki-lakipun melukai hati putrinya.

7 komentar:

  1. lanjut donk mbakkk... bagus ceritanya :D

    BalasHapus
  2. k0k gak dilanjut??bagus banget kok ceritanya..

    BalasHapus
  3. digantung niiii sm ceritanya....lanjutannya dong bak,,, ;) ceritanya seeeeeeeeeeeeru....bgt

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Assalamu'alaikum.. terimakasih sebelumnya sudah mau membaca tulisan saya,
    In Shaa Allah saya lanjutkan.
    terimakasih atas kiriman semangatnya, dan semoga Allah balas kebaikan untuk semuanya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. waalaikummussalam... di tunggu ya mbak lanjutannya...
      senang bisa masuk di blog ini... hehhe

      Hapus
    2. Saya lebih senang Ukh..
      terimakasih sekali,
      In Shaa Allah pasti dilanjutkan. cuma belum bisa fokus.. :)

      Hapus