>

Cari Blog Ini

Jumat, 12 Juli 2013

Senja Musim Lalu #bag.06

BENTUK CINTA ITU






 Gadis masih terdiam di teras depan rumahnya, tadi baru saja ia bertemu orang yang sama sekali tak ia harapkan kehadirannya dihidupnya.
Kalaupun waktu bisa diputar, ia memilih tidak usah mengenalnya. Entah lah! Sampai saat ini Gadis belum bisa memaafkan laki-laki itu. Ia sudah berkali-kali mencoba, tapi selalu gagal. Mengingatnya membuat Gadis merasa muak.
“loh! Sudah pulang?”
Suara Abangnya membuat ia tersentak.
“ngelamun to?”
Ledek Afif, yang langsung dilempar tas oleh Gadis.

“kenapa sih Neng, kok akhir-akhir ini banyak diem?”
“nggak tau lah Bang, pusing”
Afif mengerutkan keningnya “banyak tugas?”
Gadis menggeleng.
“Gisha sudah datang?” tanyanya mengalihkan pembicaraan
“belum, memang mau kemana?” Afif balik tanya.
“nggak kemana-mana, Cuma dia mau main aja. Kirain udah nunggu”
“coba telfon nomornya”
“tasnya kan di Abang” jawab gadis ketus.
Afif hanya cengengesan, sambil menyerahkan tas adik tersayangnya.
Sesaat hening, Gadis sibuk dengan handphonenya. Sementara Afif tetap mematung didepan pintu. Menikmati derai angin.
“nggak aktif” bisik Gadis lirih.
“nggak jadi kali”
“ya sudahlah, mungkin dia masih menenangkan diri”
“kenapa ya Gisha tetap bertahan dengan laki-laki yang jelas-jelas ingin meninggalkan dia” bisik Afif
Gadis tersenyum meledek “Abang cemburu?”
Afif hanya melotot “dihati Gisha Cuma ada Eras. Jadi cemburu untuk apa? Selama Gisha bahagia dengan perasaannya itu”
“sebenarnya Eras bukan meninggalkan Bang, tapi..”
“mencoba menumbuhkan kembali cinta?”
Gadis mengangguk.
“Dis, cinta itu bukan untuk dikomando. Kita bisa memerintahkan dia kembali ketika dia sudah pergi. Memaksa untuk masuk, ketika dia tak mau masuk”
“ia Bang Gadis tau. Tapi Gisha itu berbeda dengan Gadis, apalagi Abang” “dimata Gadis, ada laki-laki yang jahat, ada pula yang baik. Karna ketika Gadis mengartikan laki-laki. Ayah dan Abanglah yang Gadis nilai. Laki-laki yang paling dekat dengan Gadis. Laki-laki yang sudah pasti mencintai Gadis. Sedang Gisha?”
Afif terdiam. Menyimak cerita yang sudah pernah ia dengar.
“Gisha mengenal Laki-laki dari seorang Ayah yang mempermainkan hati wanita. Dan kebaikan Eras ia terima ketika ia memang tengah dalam kesalahan mengartikan itu semua. Bagi Gisha, tidak mudah berpisah dan melepas kasih Eras. Seperti Gadis tak mudah mengganti posisi Ayah dan Abang”
“tapi, bentuk cintanya saja sudah berbeda kan Dis?”
Gadis mengangguk. “Dan entah bagaimana membuat Gisha tau itu semua” ”bahwa cintanya ke Eras tak lebih dari cinta seorang adik untuk kakaknya”.
Lamunan mereka buyar ketika bunda tiba-tiba keluar dengan tergopoh-gopoh.
“Gadis, bagaimana ini.. kasur dikamar samping kamar Abangmu itu jebol” kata Bunda panik
“iya Bun, sudah lama. Abang sama Kak Revi yang ngerusak” kata Gadis sambil melirik Abangnya
“kan Gadis yang ngejar” bela Afif
“itu karna kalian tak mau berdamai ngerebutin Gisha” solot Gadis
“sudah.. sudah! Kalian mau ribut seperti apa kasurnya juga nggak akan balik bagus lagikan?” lerai Bunda
“memang kenapa Bun? Toh tidak ada yang pakai juga kan?” tanya Afif
“lho? Bibimu nantikan mau tinggal disini”
“dia mau tidur disitu Bun?” tanya Afif shock
“terus tidur dimana lagi?”
“Dis, tukeran kamar. Nggak mau Abang tidur disamping Bibi Manja”
“hush! Bibi Azura” tegur Bunda
“Gadis sih mau-mau aja Bang. Tapi apa Abang mau tidur dikamar dengan cat pink? Dan Gadis minta kamar abang diubah persis seperti kamar Gadis”
Kata Gadis tanpa beban. Yang sukses mambuat Afif melongo dan ngomel-ngomel sambil menggeloyor masuk kedalam. Bunda dan Gadis pun tersenyum penuh kemenangan.
“kita beli yang baru saja Bun, siapa tau Bibi Azura mau lama tingal disini” usul Gadis
“betul juga kamu. Ya sudah temani Bunda ya?”
“siap boss! Apasih yang nggak buat Bundaku tercinta” kata Gadis sambil tersenyum
Bunda mencubit pipi Gadis gemas. “ya sudah Bunda siap-siap dulu ya? Sambil pamit ke Abangmu”

Tak lama Bunda dan Gadis pergi. Gisha datang dengan sedikit berlari.
Afif yang sedang duduk di teras depan pun berdiri menyambut kedatangan Gisha.
“Gadis pergi Sha, tadi dia pikir kamu nggak jadi datang” kata Afif begitu Gisha sampai depan teras.
“Sorry, Tadi aku ketemu sama saudara Eras, Jadi kita cukup lama ngobrol. Dan aku baru sadar kalau handphoneku lowbat”
“ia, Gadis juga nggak lama kok perginya”
“pergi kemana?”
“duduk dulu” kata Afif menawari duduk di depan teras. “mau minum?”
“air putih saja Fif. Sekalian aku nitip charge, aku lupa nggak bawa powerbank”
Afif pun mengambil handphone Gisha. Dan tak lama kemudian dia keluar dengan mengambil dua gelar air putih
“Gadis nemenin Bunda beli kasur” kata Afif menjawab pertanyaan Gisha tadi
“kasur?
“iya, saudara Ayah ada yang mau tinggal disini untuk waktu yang lama”
“owh” kata Gisha sambil mengangguk-anggukkan kepala.
“kamu habis nangis ya Sha?” tanya Afif demi melihat mata sembab Gisha.
“yah begitulah, tadi ketemu saudara Eras. Dan kami cerita kesana kemari tentang hubunganku dengan Eras”
“tadi aku sama Gadis juga baru membicarakan hal itu”
“aku bingung Fif”
Kata Gisha mulai menceritakan semuanya ke Afif.
Afif terdiam, entah mengapa dadanya juga ikut sesak mendengar cerita Gisha.
“dan itu sampai kapan Sha?” tanya Afif memberanikan diri
“aku tidak tau Fif. aku tak ingin berpisah dengan dia, tapi...”
“apakah ada yang beda antara rasa sayangmu dengan Eras sekarang, dengan kasih sayang antara aku dan Gadis? Sayangnya seorang adik dengan kakaknya?”
Afif bertanya dengan sangat hati-hati. Ia tau pasti pertanyaan ini melukai Gisha. Tapi dia lega, akhirnya yang selama ini dia dan adiknya simpan terungkap juga.
Deg! Dada Gadis mendadak berdengup kencang.
Yah! Mungkin benar apa yang dikatakan Afif. Karena seumur hidup, ia tak pernah merasakan kasih sayang seorang kakak. Jangankan kakak, laki-laki yang di kenalnya sebagai Papi pun tidak.
Sebelum kehadiran Afif dan Revi, hanya kasih sayang laki-laki bernama Eras yang dia kenal.
“Sha, kamu nggak marah kan?” tanya Afif lirih
Gisha tersenyum, “untuk apa aku marah”
Afif menarik nafas lega.
“aku sendiri tak tau seperti apa rasanya kasih sayang seorang adik dengan kakaknya” kata Gisha tersenyum kecut.
Afif tersentak, seharusnya sebelumnya dia tau siapa perempuan yang dia hadapi. Perempuan yang sama sekali buta kasih sayang seorang laki-laki.
“begini saja, apa perasaan sayang kamu ke Eras itu sama seperti rasa sayang kamu ke Mami kamu? Tapi dalam bentuk laki-laki”
Gisha berpikir sejenak “kalau sama persis sih tidak, tapi hampir” “aku sayang Mami, dan sayang itu mengakar. Serta aku nyaman dekat dengan Beliau. Aku tak ingin jauh dengan beliau. Dan cinta ini murni tanpa diikat tapi mengikat, tanpa dengup jantung yang katanya dag dig dug” tutur Gisha sambil tersenyum.
“itu persamaannya?”
Gisha mengangguk, dan Afif menarik nafas dengan beratnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar