TENTANG AZURA
“Afif.. Afif. kamu ini aneh, yang dari luar daerah aja
berbondong-bondong untuk cari kerja di Jakarta. lha kamu malah mau pergi dari
Jakarta untuk cari kerja”
Afif sudah menduga dari awal, Ayah pasti tidak akan
menyetujui niatnya meskipun alasannya kerja.
“memangnya kamu tega ninggalin kami?” kali ini Bunda
menimpali
“nah itu, kamu kan tau Ayah sesekali suka keluar kota
untuk keperluan kerja. lalu siapa yang akan menjaga Bunda, Adik dan Bibimu?”
Ayah makin menyudutkan
“saya yang akan menjaga Om, toh nggak setiap hari. saya
masih di Jakarta kok” Revi yang sedari tadi diam membuka pembicaraan.
semetara Afif hanya tertunduk. Bi Azura menatapnya tajam.
ia pun jadi tak berselera menyantap makan malamnya. sebenarnya ia enggan untuk
pamit ke orang tuanya, tapi Revi yang memaksanya sampai bersedia ikut makan
malam bersama keluarganya.
“apakah kerja lebih penting dari keluargamu Fif? atau ada
hal lain yang ingin kamu cari?” Bi Azura membuka percakapan.
Ayah, Bunda, dan Gadis menatap Bi Azura penuh tanya.
“Gisha?” tanya Gadis
“ini hak Afif Dis, harusnya kamu memberi peluang Abangmu
untuk menentukan pilihannya” Revi menatap Gadis tajam
“apa ini juga atas usul kak Revi?” Gadis membalas dengan
tatapan sinis
“seharusnya kamu lebih mengerti dari pada aku, lebih
mendukung Abangmu!”
“mendukung untuk pilihan yang salah?!” kali ini Bi Azura
angkat bicara
“apakah mencintai seorang wanita suatu kesalahan?!” Revi
masih bersikeras membela Afif
“tergantung bagaimana wanita yang dipilihnya” balas Bi
Azura
“jadi wanita seperti apa? seperti kak Azura yang
berjilbab, yang pintar, tapi berdarah dingin?”
plakk..
Gadis yang duduk tepat didepan Revi langsung bangkit menamparnya.
semua dibuat kaget, karena baru kali ini Gadis bersikap kasar.
“ini masalah keluarga kami” katanya pelan
Revi langsung bangkit dan melangkah keluar dengan
kemarahan. sementara Gadis berdiri mematung.
“Ayah kecewa sama kamu Fif! seharusnya kamu tahu, kamulah
yang akan menjadi pemimpin untuk keluarga ini sepeninggal Ayah! kamu harus tau
kalau kamu..” kata Ayah dengan nada berat
“Ayah..” Bunda memotong kata-kata Ayah. mata Bunda nampak
berkaca-kaca. “Afif, Bunda minta kamu pikir-pikir dulu niat kamu itu, apapun
tujuannya tidak baik mengambil keputusan dengan terburu-buru” kata Bunda pelan
Bunda lalu mengajak Ayah untuk meninggalkan meja makan.
“kenapa Abang dan teman Abang itu tidak henti-hentinya
membuat masalah untuk Ayah dan Bunda? Gadis tidak penah merasa bangga memiliki
Abang” kata Gadis sambil menahan isaknya, kemudian meninggalkan Afif.
tinggallah Afif dan Azura dimeja makan, Afif hendak pergi
sebelum akhirnya ia menyadari bahwa mata wanita yang paling dibencinya itu juga
berkaca-kaca, meskipun bersembunyi dibalik kaca matanya. mungkin dia merasa
sakit hati atas kata-kata Revi. tapi Afif tak mempedulikannya. baginya
perkataan Revi itu benar adanya yang terjadi. Afif bahkan tak pernah mau tahu
kenapa Bibinya bersikap seperti itu.
sementara tinggallah Azura sendiri. Azura sendiri tidak
tahu, kenapa ia bisa seperti ini. apakah benar dia seperti seorang gadis
berdarah dingin? apakah benar apa yang dikatakan Revi?
apakah kebenaran memang sama sekali tidak berpihak
kepadanya?
Azura sendiri tidak tahu, mengapa ia amat sangat membenci
Afif, seolah ia tak pernah meridhoi kebahagiaan untuk Afif. baginya, Afif
adalah alasan hidup yang dia jalani sekarang, Afif adalah penyebab ia tak bisa
lagi mengejar mimpinya.
bahkan Afif lah penyebab ia tak pernah bertemu dengan
kekasih masa kecilnya. yang sekian lama dia tunggu, yang demi Azura rela
menyusul ke Amerika. tapi, mimpi itu kandas bersama cita-cita Azura yang
kandas. ya, semua hanya karena Afif.
Azura benar-benar menangis sekarang, tiada yang tahu
semua, karena ia tak pernah memberi tahu. ia hanya ingin membuat keluarganya
bangga memilikinya, setelah semua yang mereka berikan terhadap Azura. ia turuti
semua keinginan keluarganya, bahkan keinginan yang sama sekali tak Azura
inginkan. tapi dia tak bisa terus-terusan menyakiti Afif karena keinginan itu.
“kamu harus kuat Azura, kamu bisa tegar” bisiknya pada
dirinya sendiri.
bahkan jika Afif tak pernah memberi maaf untuknya kelak,
ketika kebenaran itu dikatakan oleh orang tuanya, tak akan menjadi masalah
untuk Azura. baginya, ia hanya berusaha agar penolakan itu tak datang darinya.
“Ra? kamu menangis?” tanya Bunda tiba-tiba
seketika lamunan Azura buyar, dengan cepat ia mengusap
air matanya.
“tidak Kak, hanya terkena angin saja” bantah Azura
Bunda mendekati Azura, mengelus pundak Azura pelan “Kakak
harap kamu tidak sakit hati dengan apa yang dikatakan Revi. Revi memang sudah
bersahabat dekat dengan Afif dari kecil, jadi bagi Revi apapun keputusan Afif
itu benar sekalipun salah” kata Bunda dengan senyum manisnya
“tidak kak, mana mungkin Ra sakit hati dengan perkataan
yang belum tentu benarnya, lagian selama kakak dan Kak Yuza menilai Ra tidak
begitu, bagi Ra itu bukan masalah” jawab Azura berbohong
“syukurlah” bisik Bunda “tapi Ra, kamu sama sekali tak
keberatan kan dengan wasiat Almarhum Mama?”
Azura memaksakan senyumnya “Ra tahu, Mama pasti
memilihkan yang terbaik untuk anak-anaknya. buktinya Kakak sekarang bahagia
dengan Kak Yuza”
Bunda mencubit pipi Azura gemas “Adikku yang satu ini
selalu membuat aku bangga. bagi kakak, kamu itu sudah seperti adik kandung,
sudah seperti bagian dari keluarga kami”
“lalu setelah semua yang terjadi belakangan ini, apakah
Kakak keberatan dengan wasiat Almarhum Mama?” Azura balik bertanya
“Ra, Kakak tahu pesan Mama itu bukan sembarangan. Mama
pasti sudah memikirkannya masak-masak, lalu untuk apa Kakak ragu?”
“bagaimana kalau Afif tahu kebenarannya?”
“kebenaran yang mana Ra? terlalu banyak yang kamu
sembunyikan dari Afif, lalu sampai kapan kamu menyembunyikan semuanya?”
“sampai Afif berhenti mencinta Gisha”
“Ra?” bunda tersentak demi apa yanng dikatakan oleh
Azura. karena ketika Azura mengatakan demikian, Bunda nampak melihat dengan
jelas kebencian dimata Azura
“bisakah Ra menjadi bagian dari keluarga Adhinegara,
tanpa harus melalui wasiat Mama? Ra bahkan merasa Kak Yuza itu seperti Kakak Ra
sendiri. apakah 20 tahun yang kami lewati sama sekali tiada artinya untuk
Almarhum Mama Kak?”
Bunda memeluk Azura erat. “justru karena kehadiranmu
berarti Ra, maka Mama menginginkan kamu menikah dengan Afif”
pyaaarr..
Bunda langsung melepas pelukannya, mereka berdua seketika
menoleh ke arah suara tersebut. disana Afif tengah berdiri mematung, Afif
bahkan tak kuasa memegang gelas yang dia pegang demi mendengar perkataan Bunda.
Afif dengan kaku melangkah menghampiri Bunda dan Bi Azura
“menikah?” tanya Afif sambil menatap bunda dan Bi Azura
bergantian meminta penjelasan.
Azura hendak berlari meninggalkan Bunda dan Afif, tapi
tangan Afif menahannya. baru kali ini Azura ketakutan mellihat tatapan Afif. ia
benar-benar tidak menyangka bahwa sedari tadi Afif mendengarkan pembicaraannya.
“Bunda yang seharusnya pergi, bukan kamu” kata Afif penuh
kebencian. Afif menoleh kearah Bundanya “Bun, bisa tinggalkan kami? Afif hanya
butuh penjelasan dari Az-zura” katany sambil tetap memegang erat tangan Azura
“Bunda yang mengatakannya Fif, maka Bundalah yang harus
menjelaskannya”
“tapi dia yang menyembunyikannya Bun” bantah Afif
“Kak, biarkan Ra berbicara dengan Afif” Azura
memberanikan diri berbicara
“iya, itu harus” kata Afif dengan sinisnya
Bunda mengelus bahu Azura sebelum kemudia pergi
meninggalkan Afif dan Azura.
tapi, sepeninggal Bunda, satu jam berlalu bahkan tidak
ada pecakapan sama sekali diantara mereka. hanya isakan Azura yang sesekali
terdengar yang berusaha Azura sembunyikan.
Azura melepas kaca matanya, Air matanya benar-benar tak
tertahan sekarang.
“apa kamu fikir aku bisa memahami sesuatu dengan air
mata?” tanya Afif dingin
Azura memberanikan diri menatap Afif “aku bahkan tidak
tahu harus mulai menceritakannya dari mana Fif, berhentilah memandangku dengan
tatapan seperti itu. bagaimanapun aku...”
“Bibimu? iya? lalu untuk apa kita di jodohkan kalau pada
dasarnya kita tidak bisa menikah Azura!” bentak Afif memotong perkataan Azura
“Afif aku juga tidak menginginkannya!” bela Azura
“lalu kenapa kamu tetap menjadi bagian dari keluarga kami
kalau kamu sama sekali tidak menginginkannya?! apa karena kamu merasa
terfasilitasi menjadi keluarga Adhinegara?!”
plakkk!! Azura memberikan tamparannya tepat ditangan
Afif, kali ini ia benar-benar tak malu lagi untuk menangis didepan Afif “aku
tahu perkataanku selalu kasar padamu Fif, tapi apakah pernah aku merendahkan
derajatmu dengan perkataanku? kata-katamu dan temanmu itu benar-benar
menyakitkan” “kalaupun waktu bisa diputar Fif, aku sama sekali tidak ingin
menjadi bagian keluarga ini”
Afif mengusap mukanya dengan kedua tangannya. ia
menyadari dirinya tengah benar-benar disulut emosi. iapun duduk di kursi untuk
meredakan amarahnya.
“lalu, siapa sebenarnya kamu?”
“aku...”
“AYAH!!!!”
tiba-tiba Bunda berteriak, rupanya Ayah, Bunda, dan Gisha
pun tengah mendengarkan pembicaraan Afif dan Azura. dan Ayah tiba-tiba pingsan.
Afifpun segera berlari menghampiri Ayah.
Dokter tengah memeriksa kondisi Ayah. Afif benar-benar
dibuat khawatir dengan kondisi Ayah, ia ingat betul pembicaraannya dengan Ayah
tadi di meja makan. jam sudah menunjukkan pukul 2 malam, tapi Dokter belum
keluar dari kamar orang tuanya. semetara Azura dan Gadis pun tengah duduk
sambil berdo’a.
“Fif, bagaimana keadaan Om Yuza?” tanya Revi yang baru
tiba dirumahnya.
“aku nggak tau Vi, tiba-tiba Ayah pingsan”
“kenapa bisa pingsan? apa beliau kecapaian? apa yang
terjadi Fif?” tanya Revi penuh khawatir
“setelah kejadian tadi...”
“tadi?” Revi memotong pembicaraan. ia baru ingat kejadian
malam tadi dimeja makan. tadi dia bangun tidur begitu mendapat kabar dari Afif
orang tuanya pingsan ia sudah lupa semua
Revi menatap sinis ke Gadis dan Azura “ini urusan
keluarga kalian” kata Revi ketus
“Vi, kamu sudah aku anggap seperti keluargaku. jangan
bicara begitu” pinta Afif
Revi melirik Gadis yang tengah menunduk menyembunyikan
air matanya, sementara Azura mengelus pundak Gadis memberikan kekuatan
untuknya.
Revi melangkah, mengambil duduk di samping Gadis. “apapun
yang Gadis katakan, tidak akan membuat Kak Revi sakit hati. Gadis sudah seperti
adik buat Kak Revi” bisiknya pelan
Gadis mengangkat kepalanya, memandang Revi. ia memang
sudah menganggap Revi seperti Kakaknya. kata-kata Revi barusan justru membuat
air matanya sulit dibendung.
“maafkan Gadis Kak” kata Gadis pelan
Revi tersenyum “hapus air matanya, doakan Om Yuza
baik-baik saja”
Gadis mengagguk meng-iyakan.
**bersambung...
**bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar