>

Cari Blog Ini

Rabu, 07 Januari 2015

Senja Musim Lalu #bag.10

TENTANG AZURA




“Afif.. Afif. kamu ini aneh, yang dari luar daerah aja berbondong-bondong untuk cari kerja di Jakarta. lha kamu malah mau pergi dari Jakarta untuk cari kerja”
Afif sudah menduga dari awal, Ayah pasti tidak akan menyetujui niatnya meskipun alasannya kerja.
“memangnya kamu tega ninggalin kami?” kali ini Bunda menimpali
“nah itu, kamu kan tau Ayah sesekali suka keluar kota untuk keperluan kerja. lalu siapa yang akan menjaga Bunda, Adik dan Bibimu?” Ayah makin menyudutkan
“saya yang akan menjaga Om, toh nggak setiap hari. saya masih di Jakarta kok” Revi yang sedari tadi diam membuka pembicaraan.
semetara Afif hanya tertunduk. Bi Azura menatapnya tajam. ia pun jadi tak berselera menyantap makan malamnya. sebenarnya ia enggan untuk pamit ke orang tuanya, tapi Revi yang memaksanya sampai bersedia ikut makan malam bersama keluarganya.
“apakah kerja lebih penting dari keluargamu Fif? atau ada hal lain yang ingin kamu cari?” Bi Azura membuka percakapan.
Ayah, Bunda, dan Gadis menatap Bi Azura penuh tanya.

“Gisha?” tanya Gadis
“ini hak Afif Dis, harusnya kamu memberi peluang Abangmu untuk menentukan pilihannya” Revi menatap Gadis tajam
“apa ini juga atas usul kak Revi?” Gadis membalas dengan tatapan sinis
“seharusnya kamu lebih mengerti dari pada aku, lebih mendukung Abangmu!”
“mendukung untuk pilihan yang salah?!” kali ini Bi Azura angkat bicara
“apakah mencintai seorang wanita suatu kesalahan?!” Revi masih bersikeras membela Afif
“tergantung bagaimana wanita yang dipilihnya” balas Bi Azura
“jadi wanita seperti apa? seperti kak Azura yang berjilbab, yang pintar, tapi berdarah dingin?”
plakk..
Gadis yang duduk tepat didepan Revi langsung bangkit menamparnya. semua dibuat kaget, karena baru kali ini Gadis bersikap kasar.
“ini masalah keluarga kami” katanya pelan
Revi langsung bangkit dan melangkah keluar dengan kemarahan. sementara Gadis berdiri mematung.
“Ayah kecewa sama kamu Fif! seharusnya kamu tahu, kamulah yang akan menjadi pemimpin untuk keluarga ini sepeninggal Ayah! kamu harus tau kalau kamu..” kata Ayah dengan nada berat
“Ayah..” Bunda memotong kata-kata Ayah. mata Bunda nampak berkaca-kaca. “Afif, Bunda minta kamu pikir-pikir dulu niat kamu itu, apapun tujuannya tidak baik mengambil keputusan dengan terburu-buru” kata Bunda pelan
Bunda lalu mengajak Ayah untuk meninggalkan meja makan.
“kenapa Abang dan teman Abang itu tidak henti-hentinya membuat masalah untuk Ayah dan Bunda? Gadis tidak penah merasa bangga memiliki Abang” kata Gadis sambil menahan isaknya, kemudian meninggalkan Afif.
tinggallah Afif dan Azura dimeja makan, Afif hendak pergi sebelum akhirnya ia menyadari bahwa mata wanita yang paling dibencinya itu juga berkaca-kaca, meskipun bersembunyi dibalik kaca matanya. mungkin dia merasa sakit hati atas kata-kata Revi. tapi Afif tak mempedulikannya. baginya perkataan Revi itu benar adanya yang terjadi. Afif bahkan tak pernah mau tahu kenapa Bibinya bersikap seperti itu.
sementara tinggallah Azura sendiri. Azura sendiri tidak tahu, kenapa ia bisa seperti ini. apakah benar dia seperti seorang gadis berdarah dingin? apakah benar apa yang dikatakan Revi?
apakah kebenaran memang sama sekali tidak berpihak kepadanya?
Azura sendiri tidak tahu, mengapa ia amat sangat membenci Afif, seolah ia tak pernah meridhoi kebahagiaan untuk Afif. baginya, Afif adalah alasan hidup yang dia jalani sekarang, Afif adalah penyebab ia tak bisa lagi mengejar mimpinya.
bahkan Afif lah penyebab ia tak pernah bertemu dengan kekasih masa kecilnya. yang sekian lama dia tunggu, yang demi Azura rela menyusul ke Amerika. tapi, mimpi itu kandas bersama cita-cita Azura yang kandas. ya, semua hanya karena Afif.
Azura benar-benar menangis sekarang, tiada yang tahu semua, karena ia tak pernah memberi tahu. ia hanya ingin membuat keluarganya bangga memilikinya, setelah semua yang mereka berikan terhadap Azura. ia turuti semua keinginan keluarganya, bahkan keinginan yang sama sekali tak Azura inginkan. tapi dia tak bisa terus-terusan menyakiti Afif karena keinginan itu.
“kamu harus kuat Azura, kamu bisa tegar” bisiknya pada dirinya sendiri.
bahkan jika Afif tak pernah memberi maaf untuknya kelak, ketika kebenaran itu dikatakan oleh orang tuanya, tak akan menjadi masalah untuk Azura. baginya, ia hanya berusaha agar penolakan itu tak datang darinya.
“Ra? kamu menangis?” tanya Bunda tiba-tiba
seketika lamunan Azura buyar, dengan cepat ia mengusap air matanya.
“tidak Kak, hanya terkena angin saja” bantah Azura
Bunda mendekati Azura, mengelus pundak Azura pelan “Kakak harap kamu tidak sakit hati dengan apa yang dikatakan Revi. Revi memang sudah bersahabat dekat dengan Afif dari kecil, jadi bagi Revi apapun keputusan Afif itu benar sekalipun salah” kata Bunda dengan senyum manisnya
“tidak kak, mana mungkin Ra sakit hati dengan perkataan yang belum tentu benarnya, lagian selama kakak dan Kak Yuza menilai Ra tidak begitu, bagi Ra itu bukan masalah” jawab Azura berbohong
“syukurlah” bisik Bunda “tapi Ra, kamu sama sekali tak keberatan kan dengan wasiat Almarhum Mama?”
Azura memaksakan senyumnya “Ra tahu, Mama pasti memilihkan yang terbaik untuk anak-anaknya. buktinya Kakak sekarang bahagia dengan Kak Yuza”
Bunda mencubit pipi Azura gemas “Adikku yang satu ini selalu membuat aku bangga. bagi kakak, kamu itu sudah seperti adik kandung, sudah seperti bagian dari keluarga kami”
“lalu setelah semua yang terjadi belakangan ini, apakah Kakak keberatan dengan wasiat Almarhum Mama?” Azura balik bertanya
“Ra, Kakak tahu pesan Mama itu bukan sembarangan. Mama pasti sudah memikirkannya masak-masak, lalu untuk apa Kakak ragu?”
“bagaimana kalau Afif tahu kebenarannya?”
“kebenaran yang mana Ra? terlalu banyak yang kamu sembunyikan dari Afif, lalu sampai kapan kamu menyembunyikan semuanya?”
“sampai Afif berhenti mencinta Gisha”
“Ra?” bunda tersentak demi apa yanng dikatakan oleh Azura. karena ketika Azura mengatakan demikian, Bunda nampak melihat dengan jelas kebencian dimata Azura
“bisakah Ra menjadi bagian dari keluarga Adhinegara, tanpa harus melalui wasiat Mama? Ra bahkan merasa Kak Yuza itu seperti Kakak Ra sendiri. apakah 20 tahun yang kami lewati sama sekali tiada artinya untuk Almarhum Mama Kak?”
Bunda memeluk Azura erat. “justru karena kehadiranmu berarti Ra, maka Mama menginginkan kamu menikah dengan Afif”
pyaaarr..
Bunda langsung melepas pelukannya, mereka berdua seketika menoleh ke arah suara tersebut. disana Afif tengah berdiri mematung, Afif bahkan tak kuasa memegang gelas yang dia pegang demi mendengar perkataan Bunda.
Afif dengan kaku melangkah menghampiri Bunda dan Bi Azura
“menikah?” tanya Afif sambil menatap bunda dan Bi Azura bergantian meminta penjelasan.
Azura hendak berlari meninggalkan Bunda dan Afif, tapi tangan Afif menahannya. baru kali ini Azura ketakutan mellihat tatapan Afif. ia benar-benar tidak menyangka bahwa sedari tadi Afif mendengarkan pembicaraannya.
“Bunda yang seharusnya pergi, bukan kamu” kata Afif penuh kebencian. Afif menoleh kearah Bundanya “Bun, bisa tinggalkan kami? Afif hanya butuh penjelasan dari Az-zura” katany sambil tetap memegang erat tangan Azura
“Bunda yang mengatakannya Fif, maka Bundalah yang harus menjelaskannya”
“tapi dia yang menyembunyikannya Bun”  bantah Afif
“Kak, biarkan Ra berbicara dengan Afif” Azura memberanikan diri berbicara
“iya, itu harus” kata Afif dengan sinisnya
Bunda mengelus bahu Azura sebelum kemudia pergi meninggalkan Afif dan Azura.
tapi, sepeninggal Bunda, satu jam berlalu bahkan tidak ada pecakapan sama sekali diantara mereka. hanya isakan Azura yang sesekali terdengar yang berusaha Azura sembunyikan.
Azura melepas kaca matanya, Air matanya benar-benar tak tertahan sekarang.
“apa kamu fikir aku bisa memahami sesuatu dengan air mata?” tanya Afif dingin
Azura memberanikan diri menatap Afif “aku bahkan tidak tahu harus mulai menceritakannya dari mana Fif, berhentilah memandangku dengan tatapan seperti itu. bagaimanapun aku...”
“Bibimu? iya? lalu untuk apa kita di jodohkan kalau pada dasarnya kita tidak bisa menikah Azura!” bentak Afif memotong perkataan Azura
“Afif aku juga tidak menginginkannya!” bela Azura
“lalu kenapa kamu tetap menjadi bagian dari keluarga kami kalau kamu sama sekali tidak menginginkannya?! apa karena kamu merasa terfasilitasi menjadi keluarga Adhinegara?!”
plakkk!! Azura memberikan tamparannya tepat ditangan Afif, kali ini ia benar-benar tak malu lagi untuk menangis didepan Afif “aku tahu perkataanku selalu kasar padamu Fif, tapi apakah pernah aku merendahkan derajatmu dengan perkataanku? kata-katamu dan temanmu itu benar-benar menyakitkan” “kalaupun waktu bisa diputar Fif, aku sama sekali tidak ingin menjadi bagian keluarga ini”
Afif mengusap mukanya dengan kedua tangannya. ia menyadari dirinya tengah benar-benar disulut emosi. iapun duduk di kursi untuk meredakan amarahnya.
“lalu, siapa sebenarnya kamu?”
“aku...”
“AYAH!!!!”
tiba-tiba Bunda berteriak, rupanya Ayah, Bunda, dan Gisha pun tengah mendengarkan pembicaraan Afif dan Azura. dan Ayah tiba-tiba pingsan. Afifpun segera berlari menghampiri Ayah.
Dokter tengah memeriksa kondisi Ayah. Afif benar-benar dibuat khawatir dengan kondisi Ayah, ia ingat betul pembicaraannya dengan Ayah tadi di meja makan. jam sudah menunjukkan pukul 2 malam, tapi Dokter belum keluar dari kamar orang tuanya. semetara Azura dan Gadis pun tengah duduk sambil berdo’a.
“Fif, bagaimana keadaan Om Yuza?” tanya Revi yang baru tiba dirumahnya.
“aku nggak tau Vi, tiba-tiba Ayah pingsan”
“kenapa bisa pingsan? apa beliau kecapaian? apa yang terjadi Fif?” tanya Revi penuh khawatir
“setelah kejadian tadi...”
“tadi?” Revi memotong pembicaraan. ia baru ingat kejadian malam tadi dimeja makan. tadi dia bangun tidur begitu mendapat kabar dari Afif orang tuanya pingsan ia sudah lupa semua
Revi menatap sinis ke Gadis dan Azura “ini urusan keluarga kalian” kata Revi ketus
“Vi, kamu sudah aku anggap seperti keluargaku. jangan bicara begitu” pinta Afif
Revi melirik Gadis yang tengah menunduk menyembunyikan air matanya, sementara Azura mengelus pundak Gadis memberikan kekuatan untuknya.
Revi melangkah, mengambil duduk di samping Gadis. “apapun yang Gadis katakan, tidak akan membuat Kak Revi sakit hati. Gadis sudah seperti adik buat Kak Revi” bisiknya pelan
Gadis mengangkat kepalanya, memandang Revi. ia memang sudah menganggap Revi seperti Kakaknya. kata-kata Revi barusan justru membuat air matanya sulit dibendung.
“maafkan Gadis Kak” kata Gadis pelan
Revi tersenyum “hapus air matanya, doakan Om Yuza baik-baik saja”
Gadis mengagguk meng-iyakan.

**bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar