>

Cari Blog Ini

Kamis, 17 Maret 2016

BAYANG-BAYANG HATI - bag. 2



Ujung malam membisikkan seribu do'a-do'a kelangit. Mengudara bersama sejuta harapan yang bertahun lamanya tersimpan rapat pada ruang-ruang hati. Tidak ada yang tau, hanya ia dan Allah lah yang tau tentang keberadaan seseorang didalam hatinya, orang yang malam ini pun tengah ia bicarakan pada Penciptanya, seperti pada malam-malam sebelumnya. Orang yang ia harapkan kelak bisa mendampingi dirinya, orang yang bahkan membuatnya takut jika bertemu karena khawatir cinta pada manusia akan melebihi cintaNya pada Sang Pemilik Cinta, itulah mengapa ia tak pernah mencari tau keberadaannya. Ia percayakan semua perasaan cinta padaNya, mempercayai jikalau berjodoh pasti kembali meski ditinggal pergi.
Seperti halnya pertemuan dua tahun lalu, tidak, bukan karena dia tak melihat sang kekasih! Melainkan jika ia mendekat seluruh tubuhnya akan hangus oleh perasaan yang membakar.
Begitupun dengan pertemuan malam tadi, pertemuan yang bahkan ia tak menduganya, tapi kemudian sekaligus pertemuan yang membuat seluruh ruang hatinya hancur berkeping. Ia tak pernah merasa dalam hatinya sesakit ini, bahkan menangisi manusia sampai seperti ini.
"Jika aku terlarut dalam kesedihan, berarti aku tak percaya padaMu" bisiknya
Kembali ia usap air matanya. Ia sudahi bermesraan pada Pemilik Cinta, memberi hak pada tubuhnya yang bahkan belum juga mau berkelana dalam mimpi sejak sepulang dari taman tadi.
"Mas belum tidur?" Nabil yang terjaga kaget melihat Gigar yang malah bersiap tidur.
Gigar tersenyum "Belum Kang, tiba-tiba susah tidur"
Nabil mengambil posisi duduk mensejajari Gigar. Sesaat dia tersenyum.
"Memang benar-benar cantik ya Mas, dan bahkan sepertinya shalihah" Kata Nabil
"Siapa Kang?" Tanya Gigar
"Teman perempuan Mas Gigar itu"
"Maksud Kang Nabil Faya?"
"Siapa lagi? Saya baru lihat ekspresi tegang Mas Gigar. Biasanya Mas malah acuh tak acuh kalau ngobrol sama akhwat"
Gigar memaksa senyum "Perasaan Kang Nabil saja mungkin"
"Semoga saja begitu ya Mas. Soalnya saya penasaran, masa iya tidak ada satu akhwatpun yang menarik hati Mas Gigar"
"Pasti ada Kang, cuma belum"
"Yang harus diingat Mas, bahkan tubuh inipun bukan milik kita. Jadi jangan bersedih jika apa yang kita harapkan tidak kita miliki"
Sesaat mereka terdiam, tapi akhirnya Gigar merebahkan tubuhnya dan menarik selimut. Tanpa mempedulikan Nabil.
"Ya sudah, saya sholat dulu ya Mas" Kata Nabil sambil berlalu
Tinggallah Gigar yang khawatir tentang keberadaan Faya di hatinya yang sepertinya mulai di ketahui Nabil.
Ia coba pejamkan matanya dan memuroja'ah hafalannya, mencoba sebisa mungkin mengusir Faya dari ingatannya.
Satu jam berlalu dan Gigar masih khusyuk memuroja'ah surah Al Baqarahnya. Tenggelam meresapi ayat-ayat pedoman hidup seluruh umat islam. Tapi, sesaat tenggorokannya tercekat begitu sampai pada potongan akhir ayat 216
وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
"Dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui".
Gigar mengakhiri muroja'ahnya, air matanya benar-benar tidak bisa ditahan. Potongan ayat tadi sekaligus kata-kata Nabil terus terngiang di kepalanya.
"Astaghfirullah.."
Bisiknya lirih, sesak didadanya tak bisa ia tahan. Kalaupun ia kecewa, maka sepatutnya baginya untuk bertaubat. Karena berarti ia kecewa pada takdir Allah. Ia raih undangan yang tergeletak diatas meja dekat tempatnya tidur. Satu minggu lagi Faya akan menikah.
"Mas, belum tidur juga?"
Suara Nabil memecah kebisuannya. Dengan cepat Gigar menyembunyikan undangan Faya di balik bantal.
"Sudah mau shubuh ya Kang?" Tanya Gigar tanpa menjawab pertanyaan Nabil
"Iya, ayo kita siap-siap ke Masjid"
Gigar bangkit dari tidurnya, mengambil air wudhu meskipun ia masih memiliki wudhu. Sementara Nabil memanaskan motor diluar.
Deru motor Nabil memecah gelap dan sepinya kota dipinggir jakarta itu, melewati mall-mall yang tengah beristirahat, pemandangan yang bahkan belum tentu banyak orang lihat, sebab bila pagi mulai menyapa tempat itu nyaris tak pernah sepi dari manusia. Menuju kearah jalan Puspita Loka melewati taman yang semalam ia sempatkan mampir setelah selesai sholat Isya'.
Sampailah mereka di Masjid Asy-Syarif Al Azhar yang letaknya tidak jauh dari Taman Kota. Masih ada waktu sekitar 10 menit menjelang shubuh. Gigar langsung mengambil posisi dan khusyuk pada dzikirnya.
Sementara Nabil mengambil tempat duduk tak jauh darinya, dan tengah memuroja'ah hafalannya.
"Subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaaha ilallah, wallahu akbar" bisik Gigar lirih
Ia fokuskan agar dzikirnya bisa menembus sampai hatinya. Agar hatinya tidaklah kekeringan pada cinta yang memang sama sekali bukanlah hak nya.
Gigar menarik nafas panjang, adzan subuh akan segera berkumandang. Dan ia harus melepaskan segala apa yang mengganjal dalam hatinya. Mempercayakan semua kepada Allah, karena hanya Ia sebaik-baik tempat sandaran.
**Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar